November 3, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Wafat, Keraton Solo Berduka

Duka Mendalam Keraton Surakarta Saat Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Berpulang Setelah Perawatan Panjang di RS Indriati Solo Baru

Jawa Tengah, incaberita.co.id – Pagi itu, udara Solo terasa berbeda. Langit mendung seolah memahami kabar duka yang akan mengguncang tanah Kasunanan. Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, sang raja Surakarta yang dikenal bijaksana dan tenang, wafat di RS Indriati Solo Baru pada Minggu, 2 November 2025. Beliau berpulang di usia 77 tahun setelah berjuang melawan komplikasi penyakit selama hampir seratus hari perawatan.

Bagi masyarakat Jawa, khususnya warga Solo, kabar ini bukan sekadar kehilangan seorang pemimpin adat. Sri Susuhunan Pakubuwono XIII adalah simbol keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Sejak naik takhta pada 2004, beliau menjadi penjaga warisan budaya, menuntun generasi muda untuk memahami akar leluhur tanpa menolak arus zaman.

Sosok Lembut dan Tegas Sri Susuhunan Pakubuwono XIII

Sri Susuhunan Pakubuwono XIII Wafat, Keraton Solo Berduka

Sumber gambar : id.wikipedia.org

Selama dua dekade kepemimpinannya, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII dikenal karena kelembutannya dalam bertutur dan ketegasannya menjaga marwah Kasunanan. Salah satu kisah yang kerap dikenang abdi dalem adalah kesetiaannya menghadiri ritual jumenengan tahunan, meski kondisi kesehatannya menurun.

Dalam berbagai kesempatan, PB XIII selalu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan spiritual dan sosial. “Keraton itu bukan sekadar istana,” ujarnya dalam satu wawancara lama, “melainkan jiwa yang hidup dalam hati rakyatnya.” Ucapan itu kini menggema di benak masyarakat yang kehilangan sosok panutan.

Dari Dualisme ke Rekonsiliasi: Warisan Kepemimpinan PB XIII

Perjalanan Sri Susuhunan Pakubuwono XIII tak selalu mudah. Awal pemerintahannya diwarnai dualisme kepemimpinan dengan KGPH Tedjowulan. Konflik panjang ini menjadi ujian besar bagi Keraton Surakarta. Namun, pada 2012, PB XIII menorehkan sejarah baru melalui rekonsiliasi damai. Ia berhasil menyatukan dua kubu yang sempat berselisih, mengembalikan wibawa Kasunanan di mata rakyat.

Tindakan itu menegaskan karakter beliau sebagai pemimpin yang mengutamakan harmoni. Jalan damai yang dipilihnya menyelamatkan nama baik keraton dan memperkuat posisi budaya Jawa di era modern.

Prosesi Adat Pemakaman Sri Susuhunan Pakubuwono XIII

Kabar wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono XIII diikuti persiapan prosesi pangrukti laya di Keraton Surakarta. Para abdi dalem membersihkan lingkungan keraton, menggantungkan kain mori putih di pilar-pilar, tanda kesedihan mendalam.

Rencananya, jenazah beliau akan dimakamkan di kompleks makam Raja-Raja Imogiri, Yogyakarta, tempat peristirahatan para leluhur Dinasti Mataram. Upacara adat dijadwalkan berlangsung pada Selasa Kliwon, 4 November 2025. Dalam tradisi Kasunanan, setiap tahap pemakaman menjadi simbol penghormatan spiritual antara manusia dan Sang Hyang Tunggal.

Di sepanjang jalan Baluwarti hingga alun-alun utara, masyarakat berdiri khidmat. Warga Solo membawa bunga melati dan doa, mengiringi kepergian raja yang dicintai rakyatnya.

Harapan Baru di Era Hamangkunegoro

Kepergian Sri Susuhunan Pakubuwono XIII membuka babak baru bagi Kasunanan Surakarta. KGPAA Hamangkunegoro, yang dinobatkan sebagai putra mahkota sejak 2022, diharapkan melanjutkan takhta dan menjaga keberlanjutan adat. Sosok muda ini dikenal rendah hati dan visioner, dengan semangat membawa nilai tradisi Jawa ke arah modernitas.

Hamangkunegoro menghadapi tantangan berat di tengah globalisasi budaya. Namun, warisan nilai dari ayahandanya akan menjadi pondasi moral dalam memimpin keraton agar tetap relevan di era digital dan keterbukaan informasi.

Warisan Abadi Sri Susuhunan Pakubuwono XIII

Lebih dari sekadar pemimpin adat, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII dikenang sebagai penjaga harmoni dan pelestari budaya Jawa. Beliau mendorong kebangkitan seni klasik seperti wayang wong, gamelan, dan tari Bedhaya Ketawang agar tetap hidup di hati masyarakat muda.

Salah satu momen bersejarah adalah kehadirannya dalam pergelaran wayang kulit memperingati Hari Jadi Kota Surakarta. Di hadapan ratusan penonton, PB XIII menuturkan pesan sederhana namun kuat: “Siapa yang menjaga budaya, dialah yang menjaga masa depan bangsanya.” Pesan itu kini menjadi warisan moral yang melampaui batas generasi.

Duka yang Menyatukan Masyarakat Surakarta

Setelah kabar wafatnya menyebar, ucapan belasungkawa mengalir dari berbagai kalangan: pejabat, budayawan, dan masyarakat umum. Di media sosial, ribuan unggahan dengan tagar #PBXIIIBerpulang dan #KeratonSoloBerkabung membanjiri linimasa.

Bagi masyarakat Jawa, kepergian Sri Susuhunan Pakubuwono XIII bukan hanya kehilangan sosok pemimpin, melainkan hilangnya bagian spiritual dari tatanan hidup mereka. Selama masa berkabung, Keraton Surakarta menjadi pusat doa dan refleksi, tempat warga melepas rindu dengan khidmat.

Makna Filosofis Kepergian Sri Susuhunan Pakubuwono XIII

Dalam pandangan filsafat Jawa, kematian bukan akhir, melainkan perjalanan menuju kesempurnaan jiwa. Sri Susuhunan Pakubuwono XIII telah menapaki laku hidup yang penuh pengabdian pada budaya dan rakyatnya. Kepergiannya diyakini sebagai penyatuan diri dengan para leluhur Mataram yang telah moksa.

Sebuah kisah yang beredar di kalangan abdi dalem menguatkan keyakinan itu. Sebelum dirawat intensif, PB XIII sempat berpesan agar masyarakat tetap menjaga kerukunan dan melestarikan tradisi selamatan. “Urip iku sawang-sinawang,” ucapnya lembut, mengingatkan bahwa hidup adalah pantulan kesadaran dan kebijaksanaan.

Refleksi dan Harapan Baru untuk Keraton Surakarta

Duka mendalam atas wafatnya SriSusuhunanPakubuwonoXIII menjadi cermin betapa kuatnya pengaruh beliau dalam menjaga identitas budaya. Kini, tanggung jawab besar berpindah kepada generasi penerus untuk memastikan warisan itu tetap menyala.

Hamangkunegoro diharapkan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, membawa semangat kebudayaan Jawa agar tetap hidup dalam ruang publik modern. Dengan keteguhan dan kebijaksanaan yang diwariskan ayahandanya, Keraton Surakarta berpotensi menjadi pusat kebudayaan yang tak sekadar nostalgia, tetapi sumber inspirasi bagi Indonesia dan dunia.

Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Lokal

Baca juga artikel lainnya: Promo QRIS Tap NFC Diluncurkan, Trans Jateng Kini Lebih Hemat

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved