Polisi Ungkap Motif Galuh Bunuh Pacar: Emosi karena Dihina di Grup WhatsApp

Polisi Ungkap Motif Galuh Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pemuda bernama Galuh terhadap pacarnya mengejutkan publik dan menjadi sorotan media nasional. Dalam konferensi pers terbaru, Polisi ungkap motif Galuh yang ternyata dipicu oleh faktor emosional dan penghinaan yang terjadi dalam sebuah grup WhatsApp. Peristiwa tragis ini menyoroti pentingnya kesehatan mental, komunikasi antar pasangan, serta bahaya konflik digital yang tidak diselesaikan dengan cara bijak.
Kronologi Kejadian: Dari Chat ke Tindak Kekerasan
Awal Hubungan Galuh dan Korban
Galuh dan korban diketahui telah menjalin hubungan selama hampir satu tahun. Keduanya merupakan mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi swasta di kota mereka. Menurut keterangan dari teman dekat korban, hubungan keduanya sempat mengalami pasang surut karena perbedaan sifat dan latar belakang keluarga.
Pertengkaran di Grup WhatsApp
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa akar dari konflik ini terjadi ketika Galuh merasa terhina dalam percakapan grup WhatsApp yang berisi teman-teman dekat mereka. Dalam grup tersebut, korban diduga menyampaikan pernyataan bernada meremehkan terkait kondisi keuangan Galuh, serta menyindir kemampuan akademiknya.
Ungkapan tersebut, yang awalnya dianggap sebagai candaan oleh sebagian anggota grup, rupanya sangat melukai harga diri Galuh. Pesan-pesan tersebut kemudian menjadi viral di kalangan kampus, membuat Galuh merasa dipermalukan secara sosial.
Perencanaan dan Eksekusi Pembunuhan
Merasa dilecehkan dan kehilangan kendali atas emosinya, Galuh mulai merancang aksi nekat tersebut. Berdasarkan Lokal bukti digital dan rekaman CCTV, polisi menyatakan bahwa Galuh sempat membeli alat tajam secara daring dua hari sebelum kejadian. Pada malam naas itu, ia mengajak korban bertemu di tempat sepi untuk membicarakan hubungan mereka. Namun, pertemuan tersebut berujung pada tindak kekerasan yang merenggut nyawa sang pacar.
Polisi Ungkap Motif Galuh: Emosi karena Terluka Harga Diri
Pernyataan Resmi Kepolisian
Dalam keterangan resmi yang disampaikan oleh Kapolres Kota A, Kombes Pol Heru Prasetyo, dijelaskan bahwa motif utama pelaku adalah emosi akibat penghinaan yang dilakukan secara publik melalui grup WhatsApp.
“Setelah melakukan interogasi dan pemeriksaan digital forensik, kami menemukan bahwa pelaku merasa sangat tersinggung dan dipermalukan. Motifnya bersifat emosional, bukan perencanaan matang dalam konteks kriminal profesional,” ujar Kapolres.
Tidak Ada Indikasi Gangguan Mental Berat
Pemeriksaan psikologis awal terhadap Galuh menunjukkan bahwa pelaku tidak mengalami gangguan kejiwaan berat, namun memiliki kecenderungan impulsif dan kesulitan dalam mengendalikan amarah. Polisi juga mengindikasikan bahwa tekanan sosial dan kurangnya dukungan psikologis dari lingkungan turut memperparah kondisi emosional Galuh.
Dampak Sosial dan Reaksi Publik
Netizen Terbelah: Simpati atau Kutukan?
Kasus ini memancing reaksi beragam di media sosial. Banyak netizen menyayangkan tindakan korban yang dianggap tidak sensitif dengan kondisi pasangannya, sementara yang lain menegaskan bahwa pembunuhan tidak pernah bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.
Topik ini pun viral dengan tagar #MotifGaluh dan #JanganHinaPasangan, mencerminkan betapa kompleks dan emosionalnya isu ini di mata publik.
Kampus Buka Posko Konseling
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, pihak kampus tempat keduanya menempuh pendidikan membuka posko konseling bagi mahasiswa yang mengalami tekanan emosional atau konflik dalam hubungan. Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan agar tragedi serupa tidak terjadi kembali.
Perspektif Psikologi: Mengapa Penghinaan Bisa Memicu Tindak Kriminal?
Sumber gambar : detik.com
Luka Psikis Lebih Dalam dari Luka Fisik
Menurut psikolog forensik Dr. Anita Riyadi, penghinaan di ruang digital, terutama yang menyangkut harga diri dan martabat pribadi, dapat memicu reaksi ekstrem jika tidak dikelola dengan baik. Terlebih ketika dilakukan oleh orang terdekat seperti pasangan.
“Dalam konteks relasi romantis, seseorang cenderung menaruh kepercayaan tinggi kepada pasangannya. Jika kepercayaan itu dikhianati dengan cara mempermalukan secara publik, dampaknya bisa sangat menghancurkan secara emosional,” ujar Dr. Anita.
Efek Group Chat: Lingkaran Sosial yang Tidak Aman
Grup percakapan di WhatsApp dan platform sejenis kerap menjadi tempat berbagi informasi sekaligus drama. Dalam kasus ini, grup tersebut menjadi medium penyebaran candaan yang tidak disaring secara etis. Budaya “meme”, “roasting”, atau sindiran yang dianggap lucu bisa menjadi pemicu konflik yang serius jika menyentuh isu sensitif.
Tindakan Hukum dan Proses Persidangan
Galuh Terancam Hukuman Seumur Hidup
Galuh kini telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 340 KUHP yang memiliki ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup atau hukuman mati. Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdapat cukup bukti yang menunjukkan adanya niat dan perencanaan sebelum pembunuhan dilakukan.
Penasihat Hukum Ajukan Pemeriksaan Psikologis Lanjutan
Tim kuasa hukum Galuh mengajukan permintaan untuk pemeriksaan psikologis lanjutan, dengan alasan bahwa klien mereka mengalami tekanan emosional berat yang dapat menjadi pertimbangan dalam proses hukum. Namun, jaksa tetap bersikukuh bahwa unsur perencanaan telah terpenuhi secara hukum.
Pelajaran dari Kasus “Polisi Ungkap Motif Galuh”
Pentingnya Literasi Digital dan Etika Komunikasi
Kasus ini memberi peringatan keras kepada masyarakat, khususnya generasi muda, mengenai pentingnya menjaga etika dalam komunikasi digital. Apa yang kita anggap sebagai candaan di dunia maya, bisa berdampak nyata dan fatal di dunia nyata.
Menumbuhkan Budaya Konseling dan Dukungan Emosional
Baik dari pihak kampus, keluarga, maupun lingkungan sosial, perlu adanya dukungan yang kuat bagi individu yang tengah mengalami tekanan batin. Konseling bukanlah hal tabu, melainkan bentuk preventif terhadap potensi gangguan emosional yang dapat berujung pada kekerasan.
Hukum Harus Tegas, Tapi Tetap Manusiawi
Proses hukum terhadap Galuh akan menjadi preseden penting dalam penanganan kasus pembunuhan yang dilatarbelakangi oleh konflik emosional. Di satu sisi, keadilan bagi korban dan keluarga harus ditegakkan. Di sisi lain, latar belakang psikologis pelaku juga patut menjadi pertimbangan untuk memahami keseluruhan konteks tragedi ini.
Kesimpulan
Perkara ini bukan hanya tentang seorang pria yang membunuh pacarnya karena marah. Ini adalah potret kompleks dari dinamika hubungan manusia di era digital, di mana penghinaan secara daring dapat menjadi pemicu tindakan paling gelap manusia. Polisi ungkap motif Galuh dengan gamblang: emosi dan harga diri yang terinjak menjadi akar dari tragedi tersebut.
Kita semua perlu belajar dari kasus ini—bahwa komunikasi yang sehat, kontrol emosi, dan rasa hormat dalam hubungan adalah fondasi penting dalam menjaga keharmonisan, serta mencegah peristiwa kelam seperti ini terulang kembali.
Baca Juga Artikel Berikut: Gempar! Eks Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Pangerapan Resmi Jadi Tersangka Korupsi PDNS