June 27, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Perang Iran Berakhir Lawan Israel: Akhir Sebuah Babak Berdarah

Jakarta, incaberita.co.id – Pagi itu, 24 Juni 2025, Perang Iran Berakhir suasana di Tel Aviv terasa… aneh. Bukan karena serangan drone seperti dua minggu sebelumnya, bukan pula karena sirene yang memekakkan telinga. Justru karena semuanya—tenang. Begitu juga di Teheran. Tidak ada berita tentang rudal jatuh. Tidak ada laporan korban baru. Hanya satu headline terpampang besar di koran internasional: “Iran dan Israel Sepakat Mengakhiri Permusuhan”.

Setelah hampir 47 hari serangan silih berganti—dari pemboman strategis di wilayah selatan Iran, hingga infiltrasi cyber di fasilitas militer Israel—dua negara yang dikenal keras kepala dan ideologis ini akhirnya… duduk di meja perundingan. Lokasi pertemuan? Tidak diumumkan secara publik. Tapi rumor kuat menyebut Muscat, Oman, sebagai mediator diam-diam.

Wartawan kami, Sarah Elina, yang bertugas di wilayah perbatasan utara Israel, sempat mencatat suasana yang berubah drastis. “Malam sebelumnya, tank-tank masih berjaga di titik terluar Haifa. Tapi keesokan harinya, mereka ditarik. Seperti ada perintah yang langsung mengendorkan semuanya,” tulisnya dalam laporan harian.

Pernyataan resmi baru keluar dua hari kemudian. Kedua negara menyepakati penghentian operasi militer terbuka, pertukaran data intelijen terbatas melalui pihak ketiga, dan jaminan untuk tidak melakukan serangan balasan atau aksi proksi selama enam bulan ke depan.

Jejak Konflik yang Membara Sebelum Api Padam

Perang Iran Berakhir

Image Source: Kompas.com

Untuk memahami kenapa berakhirnya Perang Iran Berakhir ini terasa mengejutkan, kita harus mundur sejenak.

Konflik Iran–Israel bukan dimulai dalam semalam. Ketegangan antara keduanya sudah mengendap sejak 1980-an, berkembang dari adu ideologi menjadi Perang Iran Berakhir  bayangan, lalu meletup ke konflik terbuka setelah serangan terhadap fasilitas nuklir Natanz pada awal Mei 2025 yang diklaim (dan dibantah) dilakukan oleh Israel.

Iran, sebagai respons, meluncurkan serangan rudal terbesar yang pernah mereka lakukan sejak Revolusi Islam—menargetkan basis militer dan stasiun komunikasi di wilayah Negev. Beberapa jatuh di luar target, menyebabkan korban sipil.

Israel membalas dengan sistem Iron Dome dan serangan udara presisi ke wilayah Isfahan dan Mashhad. Dalam waktu tiga minggu, korban sipil melonjak di kedua sisi. Sinyal peringatan dunia mulai berbunyi.

Amerika Serikat, meski tidak secara langsung terlibat, berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, sekutu lamanya Israel. Di sisi lain, khawatir konflik ini merembet ke Irak, Suriah, dan Lebanon yang bisa mengganggu kepentingan regionalnya. Cina dan Rusia juga mulai aktif di belakang layar.

Lalu datang peristiwa yang menjadi titik balik: serangan salah sasaran di sebuah rumah sakit anak di wilayah Shiraz yang memicu kemarahan internasional. Momen itu seolah menekan tombol “cukup sudah”.

Bagaimana Kesepakatan Damai Terjadi? Siapa yang Mendorong?

Sumber diplomatik menyebut ada tiga pihak kunci yang membuat gencatan senjata ini mungkin terjadi: Oman, Qatar, dan entitas regional non-negara yang punya akses ke dua sisi (baca: aktor proksi yang akhirnya dipaksa diam).

Dalam proses yang disebut “negosiasi terputus-putus”, perwakilan tingkat tinggi Iran dan Israel secara bergantian bertemu pihak ketiga. Tidak pernah duduk satu ruangan, tetapi membahas proposal yang sama.

Yang mengejutkan? Perwakilan sipil ikut dilibatkan dalam fase akhir, termasuk akademisi dan tokoh agama moderat.

Isi utama kesepakatan:

  • Gencatan senjata militer langsung

  • Akses kemanusiaan internasional dibuka ke zona terdampak

  • Pertukaran tawanan melalui perantara Turki

  • Audit terbatas oleh lembaga netral terhadap fasilitas militer tertentu (tanpa pelucutan)

  • Komitmen untuk membentuk “dewan pengamat regional” dengan partisipasi negara Arab

Apakah ini damai permanen? Belum tentu. Tapi bagi warga sipil, ini cukup untuk bernapas.

Wajah Manusia dari Perang Iran Berakhir

Di Teheran, seorang ibu muda bernama Marzieh menangis saat melihat berita di televisi bahwa serangan udara berhenti. “Anak saya sudah dua minggu tidur di bawah tangga,” katanya. “Kami tidak tahu harus kemana kalau sirene berbunyi. Sekarang, saya bisa membuka jendela lagi.”

Di Yerusalem, Daniel, seorang mahasiswa jurusan teknologi, menulis di media sosial: “Saya kehilangan teman dekat saat rudal jatuh di dekat kampus. Tapi saya tidak ingin kehilangan lebih banyak. Saya hanya ingin belajar, dan hidup.”

Kisah-kisah ini bukan sekadar kutipan. Mereka adalah ingatan kolektif dari ribuan keluarga yang terjebak dalam spiral kekerasan yang tidak mereka pilih. Itulah mengapa berakhirnya Perang Iran Berakhir ini—betapapun rapuhnya—layak dirayakan, minimal dengan harapan.

Lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan mulai masuk ke zona abu-abu. Di perbatasan Golan dan sekitar Gaza yang juga terdampak imbas konflik ini, distribusi logistik kembali bergerak. Rumah sakit darurat, yang sempat kehabisan suplai, mendapat bantuan lintas negara.

Apa Selanjutnya? Jalan Panjang Menuju Sesuatu yang Mirip Damai

Perang bisa berhenti, tapi trauma tidak semudah itu pergi. Dan kepercayaan tidak bisa dibangun dari kesepakatan di atas kertas.

Analisis dari berbagai think tank menyebutkan bahwa tantangan selanjutnya justru lebih sulit:

  • Mengontrol milisi proksi yang beroperasi di luar jalur negara

  • Menjaga komunikasi antar elite politik tetap terbuka

  • Menahan ego nasionalisme domestik di tahun-tahun politik

Tapi ada peluang juga. Beberapa pengamat menyebut bahwa konflik ini menjadi “wake-up call” bagi generasi muda di Timur Tengah—yang sudah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang Perang Iran Berakhir generasi sebelumnya.

Di Iran, para pemuda mulai membentuk komunitas diskusi lintas ideologi. Di Israel, muncul gerakan “No More Walls” yang ingin mendorong integrasi kawasan secara ekonomi dan budaya, bukan dengan senjata.

Apakah ini utopia? Mungkin. Tapi setelah konflik panjang seperti ini, tidak salah jika kita sedikit optimis.

Penutup: Ketika Suara Ledakan Diganti Suara Anak Sekolah

Perang Iran Berakhir pada Juni 2025 bukan akhir dari segala konflik. Tapi mungkin—dan semoga—menjadi awal babak baru. Saat dua negara dengan sejarah permusuhan panjang akhirnya memutuskan, meski ragu-ragu, untuk meletakkan senjata dan memilih negosiasi.

Dalam dunia diplomasi, tak ada jaminan. Tapi dalam dunia manusia, setiap hari tanpa rudal adalah hari yang patut disyukuri. Dan ketika anak-anak kembali ke sekolah, bukan ke bunker, mungkin itu tanda paling nyata bahwa kita sedang bergerak—meski pelan—ke arah yang lebih baik.

Baca Juga Artikel dari: Gencatan Senjata Iran-Israel: Akankah Benar-Benar Damai?

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Global

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved