Kontroversial Ferry Irwandi Usai Demo: Kritik dan Dampaknya

Jakarta, incaberita.co.id – Kontroversial Ferry Irwandi bukan nama asing di jagat media sosial dan publik aktivisme Indonesia belakangan ini. Ia dikenal sebagai aktivis, kreator konten, dan pengamat sosial yang kerap bicara lantang soal keadilan, politik, dan demokrasi. Salah satu posisinya yang paling menonjol adalah sebagai CEO Malaka Project.
Dalam gelombang demonstrasi yang terjadi sejak akhir Agustus 2025, Ferry muncul sebagai salah satu figur yang menyuarakan kritik keras terhadap cara pemerintah menangani aksi massa. Kritiknya bukan hanya soal demonstran yang dianggap anarkis, tapi lebih ke bagaimana pemerintah membaca akar masalah yang menyebabkan rakyat turun ke jalan.
Kontroversi muncul terutama ketika Ferry secara terbuka menyebut ada kesalahan fatal dalam cara pandang pemerintah—bahwa tindakan demonstran bukanlah penyebab utama kerusuhan, melainkan akibat dari kegagalan respons kebijakan publik. Ia juga mencurigai ada provokator, kelompok bersenjata (dalam konteks “bersenjata” bisa bermakna harfiah atau simbolis), dan penggunaan instrumen aparat yang dianggap tidak proporsional.
Kontroversial Ferry Irwandi usai demo memicu debat tentang siapa “dalang” kericuhan dan siapa yang harus bertanggung jawab—apakah demonstran, aparat, pemerintah pusat, atau pihak lain.
Kritik Ferry Irwandi terhadap Pemerintah
Image Source: Grid.id
Ferry menyampaikan beberapa kritik yang cukup tajam dan mendapat perhatian publik. Berikut poin-poin utamanya:
-
Pemerintah “salah kaprah” menyalahkan demonstran
Ferry menilai bahwa pemerintah terlalu cepat menyudutkan demonstran sebagai biang kekacauan. Banyak narasi di media atau dari pejabat publik yang langsung memakai kata “anarkis”, “provokator”, atau bahkan tuduhan makar tanpa pembuktian memadai. Ferry berpandangan, ini bukan hanya mereduksi kompleksitas situasi tapi juga bisa jadi upaya mengalihkan fokus dari masalah mendasar. -
Akar masalah yang belum dituntaskan
Ferry mengatakan demonstrasi besar ini tidak datang tiba-tiba, melainkan sebagai akumulasi dari berbagai persoalan: ekonomi yang memburuk, turunnya daya beli masyarakat, kebijakan publik yang dirasakan tidak adil, peningkatan tunjangan anggota DPR di tengah kesulitan rakyat, dan sebagainya. -
Peran aparat dalam meningkatkan eskalasi
Kritik Ferry tidak hanya diterima dari masyarakat biasa. Ia menyoroti tindakan aparat di lapangan—termasuk penggunaan gas air mata yang masuk ke lingkungan kampus, cara pengendalian massa yang dianggap keras, atau respons aparat yang dianggap memperburuk situasi daripada meredakan. -
Keanehan logistik dan mobilisasi massa
Ferry juga mencatat ada “keanehan” dalam demo-demo rusuh: logistik tiba-tiba muncul, massa yang datang terasa seperti terorganisir, akun provokatif di media sosial, bahkan isu suplai logistik demonstran yang muncul secara misterius. -
Kerugian manusia & korban jiwa
Salah satu kritik paling emosional: sejak mulai demo besar-besaran sekitar tanggal 25 Agustus, Ferry menyebut ada sembilan orang meninggal dalam demonstrasi. Bagi dia, angka itu bukan sekadar statistik, melainkan nyawa yang membawa luka mendalam bagi keluarga mereka.
Tuduhan Balik dan Respons Pemerintah
Setelah Ferry menyuarakan kritiknya, muncul berbagai respons—baik dari pemerintah, aparat, media, hingga publik umum. Beberapa tuduhan dan respons itu antara lain:
-
Tuduhan intervensi asing
Salah satu narasi yang sempat ramai adalah adanya campur tangan asing dalam demo. Pemerintah dan beberapa pihak mempertimbangkan kemungkinan ini. Ferry secara tegas membantah bahwa kerusuhan itu dikendalikan oleh asing. Menurutnya, yang terlibat justru adalah aktor lokal yang memanfaatkan situasi. -
Aparat dan pihak penegakan hukum
Pemerintah melalui aparat kepolisian menyatakan akan menyelidiki tuduhan-tuduhan seperti provokasi, pelanggaran HAM, penggunaan kekuatan berlebih, dan lain sebagainya. Namun publik mempertanyakan transparansi penyelidikan dan sejauh mana aparat harus bertanggung jawab. -
Respons terhadap tuduhan Ferry
Ada yang mendukung, ada yang skeptis. Beberapa media menyebut bahwa Ferry punya sudut pandang yang penting membuka diskusi tentang keadilan dan hak asasi. Sebaliknya, ada pihak yang menilai bahwa Ferry ikut memperkeruh suasana dengan menyebarkan narasi bahwa sebagian massa dan aparat sama-sama salah. Ada yang menuduh narasi seperti ini menyebabkan polarisasi. -
Media sosial dan buzzer
Sebagian kritik Ferry menyebut bahwa ada akun pro-pemerintah atau buzzer yang dianggap ikut memprovokasi. Pemerintah kadang menolak tudingan ini, atau mengatakan bahwa ada akun media sosial yang menyebarkan hoaks dan desinformasi, dan harus diusut.
Dampak pada Publik dan Kepercayaan Masyarakat
Kontroversi tidak hanya berhenti di wacana—ia punya efek nyata di masyarakat, terutama dalam hal kepercayaan publik, mobilisasi, dan citra pemerintahan.
-
Kepercayaan terhadap institusi pemerintah dan DPR
Kritik Ferry dan sekaligus demonstrasi yang berlangsung menimbulkan pertanyaan: seberapa jauh rakyat mempercayai bahwa nasib mereka diperhatikan? Tuntutan seperti kejelasan kebijakan, tanggapan terhadap kenaikan tunjangan DPR, dan kesejahteraan rakyat menjadi ujian bagi pemerintah. -
Mobilisasi dan kepedulian rakyat
Demonstrasi besar-besaran yang terpicu selepas 25 Agustus menunjukkan bahwa rakyat tidak lagi pasif. Banyak yang aktif di media sosial, menyebarkan video, atau turut turun ke jalan. Ferry sering tampil di lokasi demo atau di media untuk menyerukan kedamaian tapi juga tuntutan keadilan. Sebuah contoh: video yang viral ketika Ferry memanggil massa untuk pulang agar terhindar provokasi. -
Polarisasi opini publik
Ada yang melihat Ferry sebagai pahlawan demokrasi, pembawa suara rakyat. Ada juga yang menilainya sebagai orang yang terlalu mengambil risiko dengan menyebarkan narasi yang bisa memicu kekacauan. Perdebatan di forum online, kolom komentar, bahkan antar keluarga menjadi lebih panas. -
Tantangan untuk kebebasan berekspresi
Tuduhan terhadap Ferry soal teror lewat akun anonim (nomor ponsel keluarga disebarkan) menunjukkan risiko yang dihadapi aktivis dan penggiat media saat menyuarakan kritik terhadap pemerintah.
Analisis Keabsahan Tuduhan dan Kritik Ferry
Menilai kontroversial Kontroversial Ferry Irwandi tidak cukup hanya dari apa yang ia katakan. Tapi juga bagaimana bukti dan realitas lapangan mendukung atau tidak narasinya.
-
Benar ada korban jiwa
Beberapa laporan media menegaskan bahwa rentetan unjuk rasa sejak tanggal tertentu memang memakan korban jiwa. Ferry menyebut jumlah sembilan jiwa meninggal sebagai akibat demo dan kericuhan. Jika data verifikasi independen juga mengonfirmasi hal ini, maka ini bukan tuduhan kosong. -
Tindakan aparat — proporsional atau tidak?
Ada laporan-laporan penggunaan gas air mata di dalam kampus, dan kehadiran aparat yang dianggap terlalu cepat menggunakan kekuatan. Jika benar gas air mata dilempar ke lingkungan kampus, hal ini melanggar ruang akademik dan dapat memicu trauma. Namun pemerintah akan berkukuh bahwa mereka bertindak berdasarkan prosedur keamanan. -
Mobilisasi massa dan logistik
Argument Ferry bahwa ada keanehan—massa yang tiba-tiba muncul, logistik yang tampak mendukung kerusuhan, akun media sosial yang memprovokasi—memiliki bobot jika ada data atau bukti visual atau dokumenter yang valid. Beberapa media menyebut ada rekaman percakapan atau analisis aliran logistik. Namun sejauh ini belum ada laporan publik resmi yang memetakan semua detail tersebut secara transparan. -
Tuduhan intervensi asing vs pemain lokal
Ferry membantah intervensi asing dan mengatakan aktor lokal lah yang memainkan peran. Ini masuk akal dari perspektif bahwa pihak dalam negeri yang lebih tahu kondisi lokal, dan bisa lebih mudah mengorganisasi mobilisasi massa. Namun narasi “aktor lokal memanfaatkan” vs “aktor asing” bukanlah tunggal—keduanya bisa memiliki pengaruh, tapi harus dibuktikan lewat penyelidikan. -
Potensi bahaya narasi provokasi
Narasi bahwa demo ini sengaja diprovokasi atau dijadikan arena kepentingan politis memang menarik, dan kalau dibuktikan bisa membuka mata publik. Tapi jika narasi seperti ini disebarkan tanpa bukti yang kuat, bisa memicu sia-sia instabilitas, dan bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin menjarakkan jarak antara rakyat dan pemerintah.
Pelajaran yang Bisa Diambil dan Jalan ke Depan
Dari Kontroversial Ferry Irwandi usai demo, kita bisa belajar banyak—baik sebagai warga, sebagai pengamat, maupun sebagai pemerintah.
-
Pentingnya transparansi dan akuntabilitas
Pemerintah dan aparat perlu membuka data: siapa yang terlibat, kronologis, bukti tindakan kekerasan, korban, dan investigasi. Tanpa ini, narasi apapun akan dianggap bias. -
Dialog dan ruang aspirasi yang sehat
Demonstrasi sering kali jadi cermin kegagalan dialog formal. Jika pemerintah menyediakan mekanisme bagi rakyat menyuarakan keluhan sebelum situasi memanas, bisa mengurangi risiko kericuhan. -
Filter narasi dan literasi media masyarakat
Publik harus semakin cerdas melihat informasi. Di era media sosial, cepatnya penyebaran berita membuat narasi “provokator”, “aktor asing”, “aksi terorganisir” menjadi viral sebelum diverifikasi. Literasi media harus ditingkatkan. -
Peran aktivis dan penggiat kritik
Figur seperti Kontroversial Ferry Irwandi penting untuk menjaga agar pemerintah tidak abai terhadap aspirasi rakyat. Namun aktivitas semacam ini juga harus disertai tanggung jawab: menyampaikan kritik dengan cara yang tidak memicu kekerasan, menggunakan data dan bukti, serta menjaga kedamaian. -
Kebijakan responsif
Dalam banyak kasus, demo terjadi karena kebijakan publik yang dirasakan tidak adil atau lambat perbaikannya. Pemerintah perlu respons cepat terhadap persoalan ekonomi—termasuk harga barang, daya beli, upah, akses kerja—agar ketidakpuasan rakyat tidak berubah menjadi kerusuhan.
Penutup: Kontroversi Bukan Sekadar Suara yang Bergaung
Kontroversialnya Ferry Irwandi usai demo bukan hanya tentang satu orang yang bersuara keras. Tapi tentang keresahan publik yang menumpuk—tentang ketidakadilan, kekhawatiran terhadap kebijakan, dan keinginan masyarakat agar didengar.
Ferry mewakili sebagian besar dari mereka yang merasa suaranya belum cukup didengar. Kritiknya memaksa kita bertanya: apakah pemerintah sudah benar-benar mendengarkan akar masalah? Apakah aparat sudah cukup proporsional? Apakah narasi publik dibentuk atas fakta atau persepsi?
Dalam demokrasi, aksi kritik dan demo adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial. Tapi tanggung jawab berat yang menyertainya adalah bagaimana semua pihak—pemerintah, aparat, demonstran, pengamat, masyarakat—bermain dengan rasa adil, transparan, dan menjaga keselamatan publik.
Kontroversi Ferry bukan primordial—sedikit banyak ia membuka pintu diskusi: bagaimana kita membangun demokrasi yang dewasa. Di mana aspirasi rakyat dan tanggung jawab pemerintah berjalan seiring, bukan saling melawan.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel Dari: Wagub Gorontalo Ikut Tanam Pohon Kelapa di Lapas Perempuan