Erupsi Gunung Lewotobi: Di Balik Asap dan Tangis Warga Flores

Flores, incaberita.co.id – Pagi itu, langit Flores Timur berubah menjadi abu-abu. Bukan karena hujan, tapi karena kolom asap setinggi ribuan meter yang keluar dari perut bumi—Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki akhirnya erupsi lagi setelah beberapa bulan menunjukkan peningkatan aktivitas.
Sebagai pembawa berita yang sudah pernah menyaksikan langsung bagaimana satu desa bisa berubah dalam semalam karena letusan gunung api, saya tahu: di balik setiap letusan bukan hanya ada batu pijar dan suara gemuruh, tapi juga ada cerita manusia—yang kadang luput dari sorotan headline besar.
Lewotobi bukan gunung baru. Ia adalah ‘tetangga berisik’ yang sudah sejak lama menjadi bagian dari keseharian warga sekitar. Tapi setiap kali ia “bangun,” dunia seolah berhenti sejenak. Dan kali ini, Erupsi Gunung Lewotobi kembali mengingatkan kita betapa kuatnya alam, dan betapa tangguhnya manusia yang tinggal di sekitarnya.
Kronologi Erupsi Gunung Lewotobi: Dari Asap Kecil ke Status Siaga
Image Source: DetikNews
Sebelum kita bicara soal dampak dan haru biru di pengungsian, mari kita lihat dulu kronologi teknis dari peristiwa ini.
Lokasi:
Gunung Lewotobi Laki-laki terletak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Ia punya ‘kembaran’ bernama Lewotobi Perempuan, membentuk pasangan gunung api aktif yang dikenal sejak zaman kolonial.
Awal Aktivitas:
-
Pertengahan Desember: Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) mencatat peningkatan gempa vulkanik dalam.
-
Akhir Desember: Terjadi peningkatan tekanan gas dan suhu kawah. Warga sekitar mulai mencium bau belerang kuat.
-
Awal Januari: Status naik ke Level III (Siaga).
-
**[Tanggal erupsi utama]*: Erupsi Gunung Lewotobi terjadi, disertai kolom abu setinggi lebih dari 1.000 meter, dengan letusan tipe freatomagmatik (gas + magma).
“Kami dengar suara gemuruh jam 4 subuh. Awalnya pikir cuma angin kencang, tapi ternyata gunung meletus. Kami langsung lari bawa anak-anak,” cerita Lidia, warga Desa Klatanlo yang kini mengungsi di Posko Larantuka.
Letusan ini disertai lontaran material pijar dan hujan abu vulkanik ke radius 5–7 km. PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) segera mengeluarkan imbauan agar warga mengosongkan zona merah 3 km dari kawah.
Dampak Langsung: Pengungsian Massal, Gangguan Udara, dan Ketegangan Logistik
Erupsi Gunung Lewotobi bukan hanya soal letusan, tapi juga efek domino yang langsung menghantam warga dan infrastruktur di sekitarnya.
Evakuasi Ribuan Jiwa
Lebih dari 8.000 warga dari desa-desa sekitar (Waiwerang, Klatanlo, Boru) dievakuasi secara bertahap. Posko utama dibentuk di 3 titik: Larantuka, Boru Timur, dan Wulanggitang.
“Kami nggak bawa apa-apa. Cuma baju di badan dan air minum. Rumah kami udah tertutup abu,” ujar Pak Yance, 54 tahun, sambil menunjukkan foto rumahnya yang berubah putih kelabu.
Hujan Abu Mengganggu Kesehatan dan Aktivitas
Abu vulkanik menyebar hingga belasan kilometer, membuat udara terasa perih dan napas berat.
-
Sekolah diliburkan.
-
Warga dianjurkan pakai masker dan kacamata pelindung.
-
Klinik darurat disiapkan untuk mengatasi gangguan pernapasan.
Gangguan Penerbangan
Bandara Gewayantana sempat ditutup sementara, beberapa penerbangan ke dan dari Kupang dialihkan. Langit di atas Flores Timur menjadi area pantauan ketat oleh BMKG dan ATC.
Kisah di Balik Pengungsian: Ketabahan, Solidaritas, dan Harapan
Yang paling menggetarkan hati dari setiap bencana bukan hanya angka, tapi cerita di balik selimut darurat dan nasi bungkus di tenda pengungsian.
Oma Marta dan Kebun Jagungnya
“Jagung saya tinggal panen minggu depan. Sekarang? Habis semua ditutup abu.” Oma Marta, 68 tahun, tidak menangis saat bercerita. Ia hanya menatap langit kosong.
Jagung bukan hanya sumber makanannya, tapi juga sumber penghasilan. Tapi dia bilang, “Yang penting cucu-cucu saya selamat.”
Komunitas yang Bergerak Bersama
Erupsi Gunung Lewotobi, Warga lintas desa saling bantu. Mobil pick-up digunakan antar-jemput warga yang belum bisa jalan jauh. Posko gotong royong didirikan oleh relawan muda.
“Kami hanya anak-anak SMA, tapi kami bisa bantu jaga anak kecil saat orang tuanya antre bantuan,” kata Matius, 17 tahun, sambil menggendong adik kecil di posko tenda.
Ada pula relawan dari kota tetangga yang membawa makanan hangat, bukan sekadar mie instan. Hal kecil, tapi bermakna besar.
Respons Pemerintah dan Tantangan di Lapangan
Bencana alam seperti ini adalah ujian besar bagi pemerintah lokal dan nasional. Tapi juga kesempatan untuk menunjukkan kesiapan dan empati.
Langkah Cepat yang Diambil:
-
Pemkab Flores Timur menetapkan status tanggap darurat.
-
BPBD, TNI, Polri, dan relawan dikerahkan untuk distribusi logistik dan pelayanan kesehatan.
-
Bantuan logistik dari BNPB dan Kementerian Sosial dikirim lewat udara.
Tantangan Besar:
-
Distribusi bantuan ke lokasi pengungsian yang aksesnya terputus karena longsor dan jalan rusak.
-
Air bersih dan toilet darurat masih sangat terbatas. Banyak pengungsi kesulitan menjaga kebersihan pribadi.
-
Anak-anak tanpa sekolah dan tanpa akses internet.
“Pemerintah sudah datang, tapi tentu belum cukup. Kami butuh lebih banyak makanan segar, bukan cuma mie dan air mineral,” ujar Bu Tuti, relawan dapur umum.
Penutup: Lewotobi Mengingatkan Kita akan Kuasa Alam dan Ketangguhan Manusia
Erupsi Gunung Lewotobi bukan cuma peristiwa geologis. Ini adalah potret nyata bagaimana manusia hidup berdampingan dengan alam—yang kadang diam, kadang bersuara keras.
Tapi dari tragedi ini, kita juga bisa belajar:
Tentang ketangguhan nenek yang kehilangan ladangnya,
Tentang solidaritas anak SMA yang rela jadi relawan,
Tentang desa kecil yang berubah jadi contoh kekuatan komunal.
Lewotobi telah “berbicara.” Dan kita, sebagai manusia, belajar lagi cara mendengar.
Baca Juga Artikel dari: Gustiwiw, Meninggal di Usia Muda. Ini Kronologinya!
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal