May 4, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

UU Perkawinan Dirombak? Menag Soroti Lonjakan Perceraian

UU Perkawinan Dirombak? Menag Buka Suara Soal Tingginya Perceraian

UU Perkawinan dirombak menjadi isu sentral yang menyita perhatian publik sejak Menteri Agama mengangkat lonjakan angka perceraian sebagai permasalahan nasional. Wacana perombakan UU Perkawinan ini kembali mencuat seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya pembaruan regulasi dalam membangun rumah tangga yang kuat dan harmonis. Isu ini mengemuka karena banyak yang mulai mempertanyakan efektivitas regulasi lama dalam menghadapi dinamika keluarga masa kini. Tingginya angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir memunculkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama. Dalam pernyataannya, Menteri Agama (Menag) memberikan sinyal kuat bahwa Undang-Undang (UU) Perkawinan perlu ditinjau ulang demi menjawab tantangan zaman.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang selama ini menjadi acuan utama dalam pernikahan warga Indonesia dinilai sudah mulai ketinggalan zaman. Di tengah gempuran perubahan sosial, budaya, serta gaya hidup, banyak hal yang perlu disesuaikan, khususnya dalam mengurangi lonjakan angka perceraian.

UU Perkawinan Akan Direvisi? Ini Penjelasan Menag Terkait Lonjakan Perceraian

UU Perkawinan Dirombak? Menag Buka Suara Soal Tingginya Perceraian

Sumber gambar : FAKTA BANTEN

Angka perceraian melonjak tinggi bak gelombang yang tak terbendung. Dalam sorotan publik dan media, isu ini tak lagi bisa dianggap remeh. Saat jutaan rumah tangga runtuh di tengah jalan, pertanyaannya menjadi mendesak: apakah fondasi hukum pernikahan kita masih relevan? Inilah alasan mengapa wacana revisi UU Perkawinan kembali mengemuka, bukan sekadar dari ruang akademik, tapi langsung dari Menteri Agama. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, jumlah perceraian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak faktor yang menjadi penyebab perceraian, mulai dari ekonomi, perselingkuhan, hingga ketidaksiapan pasangan menjalani kehidupan rumah tangga.

Menag menyoroti bahwa sebagian besar pasangan menikah dalam usia muda dan minim pendidikan tentang kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan intervensi kebijakan yang lebih relevan dan edukatif.

UU Perkawinan dirombak menjadi topik diskusi yang kian hangat, terutama setelah lonjakan angka perceraian yang signifikan.

UU Perkawinan Dirombak: Pernyataan Resmi Menteri Agama

Dalam beberapa kesempatan, Menag menyatakan pentingnya revisi UU Perkawinan agar mampu melindungi institusi keluarga dari keretakan. Salah satu usulan yang menjadi perhatian adalah perlunya mewajibkan pendidikan pranikah bagi calon pengantin. Menurutnya, edukasi tentang pernikahan adalah kunci mencegah perceraian.

“Banyak anak muda menikah tanpa persiapan mental dan emosional yang cukup. Hal ini menjadi penyumbang besar angka perceraian,” ujar Menag dalam konferensi pers nasional.

UU Perkawinan Dirombak: Isu Umur dan Kesiapan Emosional

Salah satu pasal krusial dalam UU Perkawinan yang kini kembali disorot adalah batas usia minimal menikah. Meskipun sudah direvisi menjadi 19 tahun untuk perempuan, masih banyak kalangan yang menilai usia tersebut belum cukup matang secara psikologis.

Perubahan gaya hidup generasi muda juga memperparah ketidaksiapan mereka dalam mengelola rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan memperkuat kebijakan berbasis pendidikan keluarga, termasuk peningkatan kurikulum bimbingan keluarga di sekolah-sekolah.

Penting dicatat bahwa jika UU Perkawinan dirombak secara menyeluruh, maka implementasi program pranikah juga harus diperkuat agar selaras dengan kebutuhan zaman.

UU Perkawinan Dirombak: Peran Bimbingan Pranikah

Menag mengusulkan agar bimbingan pranikah menjadi syarat wajib sebelum menikah. Program ini akan mencakup aspek psikologis, komunikasi, manajemen keuangan, dan resolusi konflik. Tujuannya adalah membekali calon pengantin dengan keterampilan dasar membina rumah tangga.

Selama ini, bimbingan pranikah bersifat opsional dan minim partisipasi. Jika diwajibkan melalui UU, maka lembaga pernikahan akan lebih siap dan kuat menghadapi tantangan kehidupan berumah tangga.

UU Perkawinan dirombak bukan sekadar wacana elit, melainkan perbincangan hangat di akar rumput yang memicu diskusi tentang masa depan institusi pernikahan.

UU PerkawinanDirombak: Dukungan dan Pro-Kontra dari Masyarakat

Gagasan perombakan UU Perkawinan mendapat sambutan beragam dari masyarakat. Sebagian mendukung, melihatnya sebagai langkah progresif untuk membendung perceraian. Namun ada pula yang khawatir bahwa revisi UU justru akan menyulitkan proses pernikahan.

Kelompok konservatif menilai bahwa pendidikan pranikah tidak boleh menjadi penghambat birokratis, sementara aktivis hak perempuan mendukung penuh demi terciptanya pernikahan yang sehat dan setara.

Dengan semakin kuatnya wacana agar UU Perkawinan dirombak, kalangan akademisi dan pakar hukum turut memberikan masukan kritis terhadap substansi dan arah perubahan yang akan dilakukan.

UU Perkawinan Dirombak: Perspektif Akademisi dan Pakar Hukum

Pakar hukum keluarga dari berbagai universitas menekankan pentingnya memperkuat UU Perkawinan dengan pendekatan sosiologis. Revisi tidak hanya pada pasal-pasal teknis, tetapi juga harus mengakomodasi dinamika sosial.

Beberapa pakar juga menyarankan agar penyuluhan hukum dan akses terhadap konsultasi keluarga ditingkatkan, agar masyarakat tidak hanya melihat pernikahan sebagai kewajiban, melainkan tanggung jawab bersama.

UU PerkawinanDirombak: Dampak Sosial dari Perceraian

Perceraian bukan hanya permasalahan pribadi, tetapi juga berdampak luas terhadap masyarakat lokal. Anak-anak korban perceraian sering mengalami trauma, penurunan prestasi belajar, dan kesulitan membangun hubungan sosial.

Menag menegaskan bahwa revisi UU Perkawinan adalah salah satu cara negara hadir dalam menjaga ketahanan keluarga, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap stabilitas sosial dan ekonomi bangsa.

UU Perkawinan dirombak juga harus mempertimbangkan tantangan era digital, termasuk dampak sosial media terhadap relasi dalam rumah tangga.

UU Perkawinan Dirombak: Peran Digitalisasi dan Sosial Media

Era digital membawa tantangan baru dalam hubungan suami-istri. Akses yang tak terbatas ke media sosial dan aplikasi komunikasi sering kali menjadi pemicu konflik. Menag mengusulkan adanya modul khusus dalam bimbingan pranikah tentang etika digital dalam rumah tangga.

Pentingnya menjaga privasi, menghindari konflik akibat media sosial, dan membangun komunikasi digital yang sehat kini menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika keluarga modern.

Kesimpulan: UU PerkawinanDirombak Demi Keluarga yang Lebih Adaptif

Revisi UU Perkawinan menjadi kebutuhan mendesak di tengah meningkatnya angka perceraian dan tantangan keluarga modern. Usulan Menag agar ada kewajiban bimbingan pranikah dan peninjauan ulang batas usia menikah menjadi sorotan penting. Jika UU Perkawinan dirombak secara komprehensif, bukan tidak mungkin akan tercipta sistem hukum yang lebih adil dan solutif dalam menjaga keutuhan rumah tangga.

Pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lain perlu bersinergi dalam merumuskan kebijakan perkawinan yang adaptif, relevan, dan mampu membentuk keluarga tangguh di era digital. Dengan langkah konkret ini, perombakan UU Perkawinan bukan hanya wacana, melainkan gerakan besar untuk masa depan keluarga Indonesia yang lebih kuat.

Bacalah artikel lainnya: Forum Purnawirawan TNI Desak Gibran Diganti, Ini Respons Publik

Author