September 22, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Suriah Berdarah: Bentrok di Sweida Tewaskan 350 Orang

350 orang tewas dalam waktu 48 jam akibat bentrokan brutal di Sweida, Suriah.

Jakarta, incaberita.co.id – Pagi di Sweida pada 13 Juli 2025 tak seperti biasanya. Kota yang dikenal relatif tenang itu mendadak berubah menjadi medan perang. Bentrokan antara kelompok Druze dan Bedouin meletus dengan brutal, mengakibatkan lebih dari 350 korban jiwa. Sebuah insiden penculikan memicu aksi balas dendam yang tidak terkendali.

Provinsi Sweida memang sudah lama menyimpan bara konflik. Komunitas Druze yang tinggal di sana kerap merasa terisolasi dari kebijakan pemerintah pusat Damaskus. Ditambah lagi, persaingan lama dengan kelompok Bedouin, yang juga tinggal di wilayah selatan Suriah Berdarah, sering menciptakan gesekan. Kali ini, gesekan itu menjadi ledakan.

Dalam waktu 48 jam, kabar menyebar: rumah-rumah dibakar, jalanan dipenuhi suara tembakan, dan ambulans pun kewalahan. Beberapa warga sipil hanya bisa bersembunyi di rumah, berharap bentrokan tidak sampai ke lingkungan mereka.

Dari Insiden Lokal ke Kekerasan Nasional

Suriah Berdarah

Image Source: detikNews

Yang membuat konflik ini berbeda dari kerusuhan biasa adalah cepatnya eskalasi. Dalam hitungan jam, media lokal melaporkan keterlibatan kelompok milisi bersenjata dari dua sisi. Komunitas Druze menuduh pihak Bedouin melakukan penculikan dan pembunuhan anggota mereka, sementara kelompok Bedouin menyebut adanya provokasi dari tokoh lokal Druze.

Seperti bara disiram bensin, bentrokan menyebar ke berbagai distrik. Di beberapa titik, aparat keamanan Suriah justru ikut terlibat dalam adu tembak—bukan sebagai penengah, tetapi sebagai pihak yang dituduh mengambil sisi tertentu. Hal ini memperumit konflik dan menambah jumlah korban, termasuk dari kalangan aparat sendiri.

Cerita tragis datang dari seorang ibu bernama Amal (nama fiktif), yang kehilangan kedua anaknya dalam waktu dua hari. “Mereka hanya pergi membeli roti, lalu tak pernah kembali,” ujarnya kepada jurnalis setempat. Kisahnya menjadi simbol penderitaan warga sipil yang terjebak di tengah pertarungan yang tak mereka pahami.

Peran Pemerintah dan Reaksi Dunia Internasional

Pemerintah Suriah Berdarah tak tinggal diam. Presiden interim Ahmad al-Sharaa mengeluarkan pernyataan mengecam kekerasan dan berjanji menindak pelaku dari kedua belah pihak. Namun kenyataannya di lapangan, banyak warga yang merasa bahwa kehadiran aparat justru memperkeruh suasana.

Yang menarik adalah keterlibatan Israel. Negeri tetangga itu mengklaim bertindak untuk melindungi komunitas Druze yang juga banyak tinggal di wilayah Dataran Tinggi Golan. Mereka meluncurkan serangan udara terbatas ke wilayah Sweida dan Damaskus, menargetkan pos-pos milisi yang dianggap mengancam stabilitas.

Reaksi dunia pun terbelah. PBB, Uni Eropa, dan Turki menyerukan penghentian kekerasan dan meminta pihak-pihak yang bertikai menahan diri. Sementara Liga Arab menuduh Israel menggunakan alasan “perlindungan minoritas” untuk ikut campur dalam konflik internal Suriah.

Di tengah suara global itu, ribuan warga Sweida hanya bisa mengungsi. Sekolah ditutup. Rumah sakit penuh. Ekonomi lumpuh.

Korban Jiwa dan Luka Sosial yang Dalam

Jumlah korban tewas resmi disebut mencapai lebih dari 350 jiwa. Angka itu belum termasuk mereka yang dinyatakan hilang atau belum ditemukan. Mayoritas korban adalah warga sipil—termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia—yang tidak punya akses untuk melarikan diri.

Setidaknya 100 orang dilaporkan luka berat, dan puluhan rumah hancur. Beberapa desa bahkan nyaris kosong karena warganya memilih mengungsi ke wilayah perbatasan.

Sweida kini menjadi simbol luka lama Suriah yang tak kunjung sembuh: konflik sektarian, kepercayaan rendah pada pemerintah, dan minimnya perlindungan bagi kelompok minoritas.

Yang membuat segalanya makin menyakitkan adalah ketidakpastian. Warga tidak tahu kapan bisa kembali ke rumah. Banyak anak-anak kehilangan orang tua. Dan sebagian besar pemakaman dilakukan tergesa-gesa karena kondisi keamanan yang buruk.

Gencatan Senjata: Harapan yang Masih Rapuh

Pada 16 Juli, setelah tekanan internasional meningkat, akhirnya diumumkan gencatan senjata antara kelompok Druze dan Bedouin. Media lokal memberitakan bahwa mediator dari komunitas ulama dan tokoh adat berperan penting dalam kesepakatan ini.

Namun, sayangnya, ketegangan masih terasa di lapangan. Beberapa kelompok menolak isi kesepakatan karena merasa tidak diwakili. Bahkan, di hari yang sama, terjadi bentrokan kecil di pinggiran Sweida meski sudah ada deklarasi damai.

Israel memperkuat kehadirannya di perbatasan, dan pengamat menilai gencatan senjata ini hanya solusi sementara jika tidak disertai pendekatan politik dan sosial yang lebih dalam.

Tokoh komunitas Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri, mengatakan bahwa warga butuh lebih dari sekadar janji damai. “Kami butuh rasa aman, keadilan, dan pengakuan bahwa kami punya tempat dalam Suriah Berdarah yang baru.”

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Tragedi Sweida

Kisah “Suriah Berdarah” bukan hanya tentang perang. Ia adalah cermin dari masalah mendasar: ketimpangan sosial, politik yang eksklusif, dan rapuhnya tatanan hukum.

Dari tragedi ini, ada beberapa pelajaran penting:

  • Pluralitas tanpa perlindungan itu rapuh. Minoritas seperti Druze membutuhkan jaminan perlindungan yang lebih konkret.

  • Ketegangan lokal bisa jadi konflik regional. Saat satu komunitas kecil bergolak, aktor eksternal bisa masuk dan memperbesar skala konflik.

  • Pentingnya rekonsiliasi antar masyarakat. Tak cukup hanya mengandalkan militer atau negosiasi politik, harus ada rekonsiliasi budaya, pendidikan perdamaian, dan ruang untuk dialog jangka panjang.

Penutup: Luka yang Terbuka dan Jalan yang Masih Panjang

Bentrok berdarah di Sweida menyadarkan kita bahwa Suriah Berdarah belum benar-benar pulih. Meski ISIS telah dikalahkan, dan sebagian wilayah sudah relatif stabil, namun akar konflik masih menjalar di banyak tempat. Dan ketika tak ditangani dengan hati-hati, satu percikan bisa jadi kobaran besar—seperti yang terjadi minggu lalu.

Sweida adalah panggilan darurat bagi Suriah Berdarah, dan bagi dunia: bahwa perdamaian bukan hanya soal menghentikan tembakan, tapi juga menyembuhkan luka yang tersembunyi di dalam jiwa rakyatnya.

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Global

Baca Juga Artikel dari: Nur Afifah Bilqis: Koruptor Termuda di Indonesia yang Menghebohkan Publik

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved