Gubernur Protes Pemotongan Anggaran Daerah: Menkeu Purbaya Jawab Soal “Efisiensi vs Kebutuhan Daerah

Jakarta, incaberita.co.id – Beberapa hari lalu, publik dikejutkan oleh kabar bahwa Kementerian Keuangan, di bawah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, akan memotong Transfer ke Daerah (TKD) dalam rancangan APBN 2026. Kebijakan ini langsung memicu reaksi keras dari sejumlah kepala daerah—termasuk gubernur-gubernur—yang menilai pemotongan itu akan mengganggu kelangsungan proyek pembangunan dan beban operasional daerah.
Waktu itu Purbaya berada di Surabaya untuk kunjungan kerja. Di sela pertemuan, ia menyampaikan bahwa Pemotongan Anggaran Daerah itu sebenarnya sudah dibahas sebelumnya, dan bahwa “tahun ini juga sempat dipotong” sebagai langkah untuk “mengoptimalkan kinerja anggaran.”
Namun ucapan ini tidak begitu saja diterima. Sejumlah gubernur hadir sebagai perwakilan daerah, mengungkapkan keluhannya: “Kami nggak bisa bergerak kalau anggaran dipotong,” ungkap seorang kepala daerah.
Momen ini menjadi titik kritis: antara kewajiban pusat mengawasi keuangan negara dan kebutuhan daerah menjalankan pembangunan. Polemik itu pun langsung menyulut debat publik.
Alasan Pemotongan Menurut Purbaya – Antara Efisiensi dan Penyelewengan
Image Source: Cirebon Raya
Di sisi Kementerian Keuangan, Purbaya menyebut bahwa pemotongan TKD bukan semata pengurangan dukungan ke daerah, melainkan langkah strategis untuk menjamin bahwa penggunaan dana publik lebih efektif. Ia menegaskan bahwa beberapa tahun sebelumnya terjadi praktik penyelewengan atau penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan, serta lambatnya penyerapan anggaran.
Beberapa poin penting yang disampaikan Purbaya:
-
Penyelewengan dan inefisiensi menjadi salah satu alasan utama. Ada kekhawatiran bahwa dana yang besar tidak selalu mendapatkan hasil sesuai harapan.
-
Walaupun TKD dipangkas, Purbaya menyebut bahwa total program pemerintah pusat untuk daerah justru naik signifikan, dari angka Rp900 triliun ke Rp1.300 triliun.
-
Pemerintah juga menyiapkan tambahan APBN 2026 sebesar Rp43 triliun untuk mengimbangi kondisi ekonomi dan mendukung daerah.
-
Purbaya menekankan bahwa jika daerah bisa menunjukkan kinerja belanja yang bersih, tepat sasaran, dan penyerapan yang baik, maka kemungkinan penambahan transfer ke daerah tetap terbuka.
Dalam satu pernyataannya, Purbaya bercanda bahwa kalau semua kepala daerah datang langsung kepadanya, “untung saya cuma ketemu perwakilan, kalau nggak saya dipukulin tadi.” Pernyataan ini, meskipun humoris, mencerminkan ketegangan dalam pertemuan tersebut.
Jadi, dari pihak pusat perspektifnya jelas: pemotongan bukan untuk melemahkan daerah, melainkan mendorong tata kelola keuangan yang lebih baik.
Argumen Gubernur dan Daerah – Dampak Nyata di Lapangan
Dari sisi pemerintahan daerah, argumen protes tak bisa dikesampingkan. Berikut beberapa keluhan dan kekhawatiran mendasar yang diutarakan:
1. Usaha Pembangunan Terhambat
Banyak proyek infrastrukturnya yang telah direncanakan berdasarkan alokasi sebelumnya. Pemangkasan mendadak bisa merusak kesinambungan pembangunan—jalan, jembatan, fasilitas publik—yang telah kontrak atau pada tahap persiapan.
2. Operasional Daerah jadi Tertekan
Pemerintah daerah punya beban rutin—gaji pegawai, layanan publik, perawatan fasilitas umum—yang tak bisa ditangguhkan begitu saja. Saat anggaran utama dipangkas, opsi penghematan pun jadi sulit tanpa mengorbankan pelayanan masyarakat.
3. Ketidakpastian Anggaran
Ketidakpastian menjadi beban besar. Kepala daerah kesulitan merencanakan jangka menengah karena mereka tidak tahu seberapa besar dana yang akan diterima. Hal ini bisa mempengaruhi efektivitas penggunaan anggaran karena banyak program berskala multi-tahun.
4. Reputasi dan Kepercayaan Warga
Ketika pembangunan terbengkalai, warga bisa menuding pemerintah daerah tidak kompeten. Hal ini bisa merusak kepercayaan publik dan citra pemimpin daerah.
Dalam berita lanjutan, disebut bahwa para gubernur dari Jawa Timur protes keras terhadap kebijakan tersebut karena mereka merasakan tekanan langsung.
Argumen mereka bukan sekadar “minta banyak,” tetapi menekankan bahwa tanggung jawab layanan publik tak bisa ditunda.
Analisis Kritis — Potensi Keuntungan dan Risiko Kebijakan Ini
Sekarang, mari kita analisis bagian pro dan kontra dari kebijakan pemotongan anggaran daerah ini.
Keuntungan Potensial
-
Efisiensi dan Accountability
Dengan tekanan pemotongan, daerah yang selama ini kurang disiplin dalam penggunaan dana bisa didorong menjadi lebih efisien dan transparan. -
Penyempurnaan Tata Kelola
Pemangkasan bisa memaksa reformasi internal di daerah—baik administratif maupun sistem pengawasan. -
Penyaluran yang Lebih Tepat Sasaran
Jika pusat memperluas program langsung ke masyarakat, masyarakat bisa merasakan manfaat langsung tanpa perantara daerah.
Purbaya menyebut program pusat sekarang naik hingga Rp1.300 triliun, sebagai wujud tanggung jawab pusat ke daerah meskipun transfernya dipotong. -
Fleksibilitas Anggaran
Jika kinerja daerah memperbaiki, pusat dapat menambah transfer kembali — memberi insentif positif bagi daerah yang efektif dalam pengelolaan.
Risiko dan Tantangan
-
Kesenjangan Pembangunan
Daerah yang lebih lemah mungkin tertekan keras dibanding daerah kaya, sehingga kesenjangan antar daerah makin melebar. -
Perencanaan Proyek Terancam
Pemotongan anggaran mendadak bisa merusak kontinuitas proyek yang sudah berjalan atau dalam tahap tender. -
Performa Penyerapan Rendah
Meski anggaran turun, daerah harus bisa menyerap anggaran yang ada dengan baik. Bila tidak, malah membenarkan pusat untuk pemotongan lebih lanjut. -
Ketidakpastian Ekonomi Lokal
Anggaran publik yang menguap bisa mempengaruhi sektor swasta lokal—kontraktor, UMKM, bahan lokal—karena proyek daerah biasanya menyerap ekonomi lokal. -
Ketidakpercayaan Politik
Pemangkasan secara top-down bisa menciptakan gesekan politik antara pemerintah pusat dan daerah, memunculkan resistensi dalam pelaksanaan kebijakan pusat di daerah.
Bagaimana Mencapai Titik Tengah — Rekomendasi Kebijakan
Menjawab polemik ini membutuhkan keseimbangan antara kebutuhan daerah dan prioritas nasional. Berikut rekomendasi agar kebijakan pemotongan anggaran daerah bisa lebih adil dan produktif:
1. Pemotongan Bertahap dengan Konsultasi
Alih-alih pemotongan tajam secara langsung, lakukan penyesuaian bertahap dan transparan bersama pihak provinsi—agar daerah bisa mempersiapkan penyesuaian.
2. Mekanisme Reward bagi Daerah Efisien
Daerah yang menunjukkan kinerja baik dalam penyerapan dan pengelolaan anggaran bisa mendapatkan penambahan dana. Ini memotivasi reformasi internal.
3. Transparansi Anggaran Daerah
Pusat dan daerah harus membuka data penggunaan anggaran agar publik bisa mengawasi. Hal ini akan menekan risiko penyelewengan.
4. Komponen Transfer yang Tertaut Akuntabilitas
Misalnya, sebagian anggaran harus digunakan pada proyek yang pengawasannya oleh pusat atau lembaga independen lokal.
5. Dukungan Teknis dan Kapasitas Daerah
Pusat harus membantu daerah yang kurang siap—misalnya pelatihan, sistem digital, dan pendampingan agar penggunaan anggaran semakin optimal.
6. Evaluasi Rutin
Setiap kuartal, pusat dan daerah bersama-sama mengevaluasi realisasi dan dampak pembelanjaan. Jika ekonomi tumbuh dan penerimaan meningkat, alokasi TKD bisa dikaji ulang.
Jika rekomendasi ini diimplementasikan dengan baik, potensi kerusakan dari pemotongan anggaran dapat dikurangi dan tujuan efisiensi bisa tercapai secara adil.
Penutup: Konflik Anggaran Daerah sebagai Refleksi Dinamika Kekuasaan & Tanggung Jawab
Pemotongan anggaran daerah oleh Menkeu Purbaya bukan sekadar kebijakan fiskal. Ia mengandung dialog fundamental antara pusat dan daerah — tentang kepercayaan, tanggung jawab, dan efektivitas negara.
Gubernur dan kepala daerah yang protes membawa suara rakyat yang tak ingin pembangunan terganggu. Sementara argumen pusat — efisiensi, pencegahan korupsi, dan optimalisasi anggaran — juga punya bobot logis.
Di masa depan, keberhasilan kebijakan ini bukan diukur dari siapa yang menang dalam debat, tapi bagaimana tercapainya pemerintah yang bersih, daerah yang mandiri, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Dan tentu, kita sebagai publik punya peran penting: mengawasi, menyampaikan aspirasi, agar negara ini berjalan bukan hanya lancar, tapi adil.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel Dari: HUT Kota Jogja: 10.000 Orang Setor Sampah di Bank Sampah