Operasi Zebra Resmi Dijalankan Serentak Mulai Hari Ini: Apa Artinya bagi Anda sebagai Pengguna Jalan
Jakarta, incaberita.co.id – Mulai hari ini, seluruh wilayah Indonesia menjalankan Operasi Zebra 2025 secara serentak—tepatnya dari 17 hingga 30 November 2025. Langkah ini diambil oleh Korps Lalu Lintas Polri sebagai bagian dari persiapan menyambut masa libur panjang Natal dan Tahun Baru. Fokus: meningkatkan disiplin berlalu lintas, menekan angka pelanggaran dan kecelakaan.
Saya teringat anekdot kecil: waktu saya berada di pinggir jalan tol, seorang pengendara motor menoleh ke saya sambil berkata, “Wah, kayaknya lebih sering patroli sekarang, ya.” Suaranya agak gugup. Dan memang, saat operasional seperti ini, pengguna jalan sering merasakan atmosfer berbeda—lebih banyak petugas, lebih banyak inspeksi, dan lebih banyak kamera yang mengintip.
Latar belakangnya cukup jelas: data tiga bulan terakhir menunjukkan angka pelanggaran yang cukup besar—639.739 pelanggaran lalu lintas tercatat di seluruh Indonesia. Mayoritas pelanggar berusia 26–45 tahun dan menggunakan sepeda motor.
Operasi Zebra 2025 bukan sekadar razia rutin. Pendekatannya dikatakan lebih “humanis, preventif, dan edukatif”. Ini bukan hanya soal menilang, tetapi juga soal membangun budaya tertib di jalan raya.

Image Source: Bloomberg Technoz
Dalam pelaksanaan Operasi Zebra 2025, ada beberapa jenis pelanggaran yang menjadi fokus utama. Dari liputan media nasional, berikut detailnya.
Penggunaan helm yang tidak sesuai standar SNI, terutama pengendara motor.
Tidak menggunakan sabuk keselamatan bagi pengendara mobil.
Melanggar rambu atau marka jalan.
Menggunakan ponsel saat berkendara.
Kendaraan tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Aksi balap liar yang sangat meresahkan pengguna jalan lain.
Pelanggaran khusus pejalan kaki juga mendapat perhatian dalam operasi kali ini.
Saya ingat saat mengamati petugas di sebuah simpang besar. Ia tampak memberi teguran sopan kepada pengendara ojol yang menggunakan helm nong standard—dan bukan langsung tilang. Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa fokusnya bukan semata penegakan hukum, melainkan edukasi. Pendekatan semacam itu memang disebut akan diterapkan dalam Operasi Zebra 2025.
Dengan target yang jelas dan berbagai pendekatan, operasi ini diharapkan bisa mengubah perilaku pengguna jalan sebelum angka kecelakaan dan pelanggaran melonjak pada musim liburan.
Salah satu aspek yang sering tidak dibahas secara mendalam adalah bagaimana operasi ini dijalankan. Berikut strategi yang akan diambil dan penting untuk kita pahami sebagai pengguna jalan.
Polri menegaskan bahwa Operasi Zebra 2025 akan memakai pendekatan yang lebih manusiawi; bukan hanya menilang, tetapi memberikan teguran dan edukasi—terutama kepada pengemudi ojol dan komunitas pejalan kaki.
Operasi ini juga akan memperkuat penggunaan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dan memperluas perangkat handheld di lokasi-lokasi yang belum dilengkapi kamera statis.
Tidak hanya tindakan lapangan, tapi juga data analitik menjadi bagian penting. Pelaksanaan operasi akan dilandasi hasil analisis Kamseltibcarlantas (Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas) selama tiga bulan terakhir.
Balap liar menjadi perhatian khusus—karena dari laporan media, aksi ini tidak hanya membahayakan tetapi juga mengganggu ketertiban publik. Operasi Zebra akan menindak ini secara tegas namun tetap edukatif.
Berbeda dari fokus tradisional, kali ini pejalan kaki menjadi salah satu prioritas utama. Ini menunjukkan perubahan pola pikir bahwa keselamatan jalan bukan hanya soal kendaraan saja, tetapi seluruh pengguna jalan.
Sebagai pengguna jalan, kita bisa merasakan bahwa operasi ini lebih dari sekadar razia. Ia adalah pengingat bahwa keamanan lalu lintas adalah tanggung jawab bersama. Pendekatan edukatif memberikan harapan bahwa kesadaran bisa tumbuh, bukan hanya rasa takut ditilang.
Operasi Zebra tentu akan berdampak langsung bagi pengguna jalan—baik pengendara motor, mobil, maupun pejalan kaki. Berikut beberapa implikasi dan tips yang sebaiknya Anda lakukan.
Pelanggaran ringan seperti tidak memakai helm standar atau sabuk pengaman bisa langsung ditindak.
Penggunaan ponsel saat berkendara jadi titik fokus yang meningkat.
Kendaraan tak laik jalan lebih berisiko kena teguran atau tilang.
Area zebra cross, trotoar, jalur pejalan kaki akan lebih diperhatikan petugas.
Sikap pengendara yang menghargai pejalan kaki diharapkan meningkat.
Keselamatan pejalan kaki menjadi indikator evaluasi operasi.
Periksa kelengkapan surat kendaraan (STNK, pajak) sebelum berkendara.
Gunakan helm standar SNI atau sabuk pengaman setiap kali berkendara.
Jangan gunakan ponsel saat berkendara—gunakan hands-free atau berhenti dulu.
Patuh pada rambu dan marka jalan, jangan melawan arus.
Jika menggunakan sepeda motor untuk aktivitas malam atau balap liar, pikirkan ulang—balap liar jadi target utama penertiban.
Sebagai pejalan kaki, gunakan trotoar, penyeberangan resmi, dan hindari area bahaya.
Saya sempat wawancara singkat dengan dua pengendara ojek online. Salah satu dari mereka bilang bahwa sejak operasi dimulai, ia merasa lebih aman karena banyak pengendara lain yang mulai patuh. Yang lain mengaku agak khawatir karena tidak yakin kelengkapan kendaraannya sudah sesuai. Cerita itu menunjukkan: operasi ini memunculkan kesadaran, tapi juga tantangan bagi sebagian pengguna jalan.
Operasi ini tentu punya tantangan yang harus diantisipasi—baik dari sisi penegakan maupun dari sisi masyarakat. Berikut beberapa catatan penting yang muncul dari laporan nasional:
Teknologi ETLE belum merata di semua wilayah sehingga tilang manual masih tinggi.
Keterlibatan komunitas lokal dan pengendara berbasis aplikasi (ojol) menjadi kunci agar edukasi bisa menyentuh semua lapisan.
Fokus operasi yang berubah—lebih dari sekadar tindakan hukum, tetapi edukasi dan kesadaran—membutuhkan waktu agar benar-benar tumbuh budaya tertib.
Penyeberangan agar data kendaraan yang tertangkap dikumpulkan ke sistem nasional sebagai bagian database samsat dan registrasi ulang.
Operasi besar seperti ini juga harus bersinergi dengan pemerintah daerah, komunitas, dan sektor swasta agar pendekatannya tidak hanya represif tetapi inklusif.
Operasi Zebra bukan hanya acara polisi yang datang dan berlalu begitu saja. Ia adalah momen di mana semua pengguna jalan—pengendara, pejalan kaki, komunitas ojol—ambil bagian dalam membangun budaya tertib berlalu lintas.
Mulai 17 hingga 30 November 2025, kita semua diundang untuk lebih sadar. Untuk cek helm kita. Untuk pastikan sabuk pengaman terpasang, Untuk berhenti main ponsel saat berkendara, Untuk menghargai pejalan kaki.
Saya sendiri akan lebih memperhatikan setiap hari di jalan. Karena saya percaya, keamanan jalan raya tidak cukup dituntut dari aparat. Ia juga lahir dari kesadaran kita bersama.
Mari jadikan Operasi Zebra sebagai titik awal—bukan hanya untuk periode razia, tetapi sebagai perubahan kebiasaan yang lebih baik. Karena jalan raya yang aman adalah milik kita semua.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel Dari: Trump Gugat BBC: Membongkar Dampak Penyebaran Berita Palsu di Era Digital