December 6, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

MBS Akui Pembunuhan Khashoggi Sebagai Kesalahan Besar Kerajaan Saudi

MBS Akui Pembunuhan Khashoggi Sebagai Kesalahan Besar yang Mencoreng Citra Modernisasi Arab Saudi di Mata Dunia

JAKARTA, incaberita.co.id – Ada kalimat yang menggema dari layar televisi internasional minggu lalu: “It was a painful mistake.” Kalimat itu keluar dari mulut seorang pria yang dikenal tegas, ambisius, dan sering disebut sebagai arsitek Arab Saudi modern—Putra Mahkota Mohammed bin Salman, atau MBS. Dalam pernyataan mengejutkan itu, MBS akui pembunuhan Khashoggi sebagai kesalahan besar yang mencoreng citra Kerajaan Saudi di mata dunia.

Namun di balik pengakuan yang terdengar seperti penyesalan itu, tersimpan kisah kompleks tentang politik global, citra kekuasaan, dan pertaruhan moral yang belum menemukan titik akhir.

Bayangan Tragedi Mengerikan di Istanbul dan Kasus Khashoggi

MBS Akui Pembunuhan Khashoggi Sebagai Kesalahan Besar Kerajaan Saudi

Sumber gambar : cnnindonesia.com

Empat tahun lalu, dunia dikejutkan oleh berita yang mengguncang nurani publik. Jamal Khashoggi, jurnalis asal Arab Saudi yang sering menulis kritik tajam terhadap kebijakan kerajaan di kolom The Washington Post, dilaporkan hilang setelah memasuki Konsulat Saudi di Istanbul, Turki.

Beberapa hari kemudian, hasil investigasi otoritas Turki menyebutkan sesuatu yang lebih kelam: Khashoggi dibunuh di dalam gedung konsulat. Tubuhnya dilenyapkan, dan hingga kini, jasadnya belum pernah ditemukan.

Pemerintah Saudi sempat menyangkal tuduhan itu. Namun tekanan global datang bertubi-tubi. Organisasi HAM, media internasional, hingga pemimpin negara Barat menuntut kejelasan. Saat itu, nama MBS langsung dikaitkan dengan tragedi tersebut. Kini, dengan MBS akui pembunuhan Khashoggi, narasi lama itu kembali mengemuka dan menjadi sorotan tajam dunia.

Pengakuan MBS yang Terlambat Tapi Penuh Arti

Setelah bertahun-tahun bungkam, akhirnya MBS akui pembunuhan Khashoggi sebagai sebuah “painful mistake”. Dalam wawancara eksklusif bersama stasiun televisi internasional, ia menyebut tragedi itu sebagai kesalahan besar dan mengakui bahwa dirinya, sebagai pemimpin, menanggung tanggung jawab moral atas apa yang terjadi di bawah kekuasaannya.

Namun, MBS juga menegaskan bahwa ia tidak mengetahui operasi tersebut sebelum terjadi. “Saya tidak bisa mengawasi setiap tindakan dari ribuan orang yang bekerja untuk pemerintahan,” ujarnya dengan nada datar namun tegas.

Pernyataan ini menimbulkan dua tafsir besar. Sebagian menilai pengakuan MBS sebagai langkah berani seorang pemimpin. Namun sebagian lainnya melihatnya sebagai manuver diplomatik yang rapi—cara mengakui tanpa benar-benar mengaku.

Citra Modernisasi Arab Saudi yang Retak Setelah Kasus Khashoggi

Arab Saudi di bawah MBS tengah bertransformasi besar lewat proyek ambisius Vision 2030. Tujuannya: mengubah ekonomi berbasis minyak menjadi negara modern yang berfokus pada pariwisata, teknologi, dan investasi global.

Namun, kasus Khashoggi menjadi noda yang sulit dihapus. Citra progresif MBS yang semula dipuji retak di mata dunia. Banyak investor asing menunda kerja sama, perusahaan global menjaga jarak, dan sejumlah forum ekonomi internasional menolak hadir di Riyadh.

Seorang analis politik di Riyadh pernah berkata kepada media nasional, “Vision 2030 adalah proyek masa depan, tapi kasus Khashoggi adalah hantu masa lalu yang belum selesai.” Kalimat itu menggambarkan dilema antara ambisi modernisasi dan beban moral yang membayangi setiap langkah MBS setelah ia akui pembunuhan Khashoggi.

Diplomasi Global dan Pengakuan MBS di Tengah Tekanan Politik

Pengakuan MBS menandai bab baru dalam hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat. Pemerintahan Joe Biden sempat berjanji memperlakukan Saudi sebagai “negara paria” karena kasus Khashoggi. Namun kenyataan politik berbicara lain.

Saudi tetap mitra strategis penting di Timur Tengah. Dalam isu energi, keamanan, hingga stabilitas kawasan, Riyadh tak tergantikan. Setelah masa ketegangan panjang, kini komunikasi antara kedua negara mulai mencair—meski bayangan pembunuhan Khashoggi masih menghantui setiap meja perundingan.

Menurut laporan Medcom dan Republika, pemerintah Saudi mencoba memperbaiki citra melalui reformasi sosial dan ekonomi. Beberapa pelaku pembunuhan diklaim telah dihukum. Namun banyak pihak internasional menilai proses tersebut masih tertutup dan belum menyentuh struktur kekuasaan yang lebih tinggi.

Luka Kemanusiaan dan Simbol Kebebasan Pers yang Terkoyak

Di mata dunia, pembunuhan Khashoggi bukan sekadar kasus kriminal. Ini simbol kebebasan pers yang dipatahkan oleh kekuasaan. Jamal Khashoggi dikenal sebagai jurnalis idealis yang mencintai negaranya. Ia bukan musuh kerajaan, melainkan pengkritik yang berharap pada perubahan.

Namun, suaranya dibungkam secara brutal. Ketika MBS akui pembunuhan Khashoggi sebagai “kesalahan besar”, sebagian publik menilai itu langkah maju, walau kecil. Tapi bagi keluarga Khashoggi dan para pegiat HAM, kata “kesalahan” saja belum cukup. Mereka menuntut keadilan nyata, pengakuan penuh, dan penyelidikan transparan.

Kasus ini mengingatkan dunia bahwa kebebasan berbicara tetap berisiko tinggi, terutama ketika bersinggungan dengan kekuasaan absolut.

Politik Citra dan Strategi Komunikasi di Era Digital

Di era media sosial, pengakuan MBS menjadi bahan perbincangan global. Di platform seperti X dan TikTok, masyarakat terbagi dua kubu. Satu kubu menganggap pengakuan MBS sebagai langkah berani yang menandakan perubahan arah politik. Kubu lain menilai itu strategi komunikasi untuk memulihkan citra Saudi di tengah proyek-proyek besar seperti NEOM dan Vision 2030.

Beberapa analis menyebut langkah MBS sebagai “politik citra” yang terencana matang. Dalam diplomasi modern, pengakuan kesalahan memang bisa menjadi alat efektif untuk membangun kembali kepercayaan internasional. Tapi tanpa reformasi nyata, pengakuan semacam itu mudah dianggap sekadar retorika.

Seorang pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia mengatakan dalam wawancara media nasional bahwa kekuatan Saudi bukan hanya pada minyaknya, tapi juga pada kemampuannya mengendalikan narasi global. “Dan kali ini,” katanya, “narasi itulah yang sedang dimainkan kembali oleh MBS.”

Bayangan Moral dan Warisan Kekuasaan MBS

Bagi sebagian pihak, pengakuan MBS dilihat sebagai langkah memperbaiki warisan politiknya. Sebagai calon raja, ia tak hanya perlu kuat, tapi juga terlihat manusiawi.

Namun tugasnya berat. Di satu sisi, MBS dikenal progresif: memberi izin mengemudi bagi perempuan, membuka sektor hiburan, dan memperlonggar aturan sosial. Di sisi lain, kasus Khashoggi menjadi pengingat keras bahwa modernisasi tanpa transparansi hanya membangun istana di atas pasir.

Tragedi ini menegaskan bahwa kekuasaan tanpa kontrol moral dapat menimbulkan luka panjang yang tak mudah sembuh.

Antara Penyesalan dan Perhitungan Politik di Balik Pengakuan MBS

Jika diamati lebih dalam, pengakuan MBS bukan sekadar ungkapan penyesalan pribadi. Ada kalkulasi politik di dalamnya. Dunia internasional menuntut transparansi, sementara ekonomi Saudi sangat bergantung pada kepercayaan investor asing.

Dengan MBS akui pembunuhan Khashoggi sebagai “kesalahan besar”, ia berusaha membuka lembar baru tanpa benar-benar menutup yang lama. Pesannya jelas: kerajaan belajar dari masa lalu, tapi tetap mempertahankan kendali penuh atas narasi.

Dunia Masih Menunggu Keadilan untuk Khashoggi

Pertanyaan terbesar tetap sama: apakah keadilan bagi Jamal Khashoggi akan benar-benar terwujud?

Sampai hari ini, belum ada penyelidikan independen internasional yang berlangsung terbuka. Identitas pelaku yang dihukum pun belum diungkapkan secara publik. Dan jasad Khashoggi masih misterius.

Meski begitu, pengakuan MBS memberi sedikit harapan. Setidaknya, tragedi ini kini diakui secara resmi sebagai kesalahan besar—bukan lagi dibungkam oleh propaganda. Dalam dunia yang sering menutup mata terhadap kebenaran, langkah kecil seperti ini tetap bernilai besar.

Akhir Terbuka dari Tragedi Khashoggi dan Masa Depan Arab Saudi

Kisah MBS dan Khashoggi akan terus menghantui perjalanan politik Arab Saudi modern. Ia bukan sekadar bab gelap, tetapi juga refleksi tentang kekuasaan, tanggung jawab, dan keberanian menatap cermin sejarah.

Bagi banyak pengamat, pengakuan MBS hanyalah awal dari perjalanan panjang menuju keadilan. Dunia masih menunggu langkah konkret—dan sejarah pun menunggu, apakah Putra Mahkota yang ambisius itu benar-benar belajar dari kesalahan yang ia sebut sendiri sebagai yang “menyakitkan”.

Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Global

Baca juga artikel lainnya: Tragedi di Ruang NICU: Gigitan Tikus dan Kontroversi Penyebab Kematian Dua Bayi

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved