September 22, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Kwik Kian Gie Meninggal Dunia: Warisan Pemikiran Ekonomi

Kwik Kian Gie

iJakarta, incaberita.co.id – Berita Kwik Kian Gie meninggal dunia tersebar cepat di pagi yang murung. Sejumlah media arus utama memuat kabar duka itu dengan judul besar. Pria yang dikenal sebagai ekonom jujur, kritikus tajam, sekaligus pejabat publik yang tak mudah dibelokkan itu, telah berpulang di usia 89 tahun. Meski usianya sudah sepuh, kabar kepergiannya tetap membuat banyak orang tersentak—seolah bangsa ini baru saja kehilangan satu dari sedikit suara yang masih berani berkata apa adanya di ruang publik.

Kwik tutup usia di rumah sakit kawasan Jakarta setelah menjalani perawatan beberapa hari. Pihak keluarga tidak terlalu banyak membuka detail soal kondisi kesehatannya, hanya menyebutkan bahwa beliau wafat dengan tenang dikelilingi keluarga terdekat.

Namun di balik kepergiannya, kita seperti dipaksa menengok kembali ke satu era di mana integritas dan keberanian berbicara adalah dua hal yang tak terpisahkan dari sosoknya. Kwik Kian Gie bukan sekadar pejabat. Ia adalah pemikir. Dan lebih dari itu, ia adalah penegur. Bukan dalam makna keras kepala, melainkan karena ia percaya bahwa suara kritis adalah bagian dari cinta tanah air.

Jejak Panjang Seorang Kwik Kian Gie dalam Panggung Ekonomi Nasional

Kwik Kian Gie Meninggal Dunia

Image Source: Media Indonesia

Lahir di Juwana, Pati, Jawa Tengah tepat pada 11 Januari 1935, Kwik Kian Gie menempuh pendidikan di Nederlands Economische Hogeschool di Rotterdam, Belanda. Pendidikan dan pengalaman hidup di luar negeri membentuknya menjadi seorang teknokrat dengan logika tajam tapi tetap membumi.

Setelah kembali ke tanah air, ia sempat bekerja di sektor swasta dan mendirikan Majalah Ekonomi “Prospek” yang kala itu menjadi salah satu rujukan penting bagi kalangan bisnis dan akademisi. Namun tak cukup puas di balik meja editorial, Kwik kemudian aktif terlibat di panggung politik.

Namanya mulai diperhitungkan publik saat ia menjadi penasihat ekonomi Presiden BJ Habibie, dan kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dalam kabinet tersebut, ia dikenal sebagai sosok yang tidak sungkan berbeda pendapat, bahkan dengan presiden sekalipun.

Yang membuatnya berbeda dari banyak teknokrat lain adalah gayanya yang blak-blakan. Ia tidak suka basa-basi. Ia tidak pintar menyenangkan penguasa. Tapi itulah justru yang membuat reputasinya bertahan—karena ia berbicara berdasarkan data dan logika, bukan kepentingan.

Di media sosial, seorang dosen ekonomi di Bandung pernah menulis, “Kalau saya ingin anak-anak belajar integritas, saya suruh mereka baca pidato-pidato Kwik Kian Gie. Kadang marah, kadang getir, tapi selalu jujur.”

Gaya Berpikir dan Kritik Tajamnya yang Kerap Tak Populer

Dalam banyak kesempatan, Kwik kerap menyuarakan kegelisahannya terhadap arah pembangunan ekonomi nasional yang terlalu berorientasi pada kapital besar. Ia menentang kebijakan utang luar negeri yang berlebihan, Ia menyoroti ketimpangan distribusi aset. Ia mengingatkan bahaya dominasi asing dalam sektor strategis. Singkatnya: ia berisik dalam cara yang sehat.

Salah satu momen yang masih diingat publik adalah ketika Kwik, sebagai pejabat, secara terbuka mengkritik IMF. Padahal saat itu, belum banyak pejabat Indonesia yang berani bicara terang-terangan soal dominasi lembaga keuangan internasional tersebut.

Dalam suatu wawancara yang viral beberapa tahun lalu, Kwik dengan mimik datar menyebut bahwa dirinya mungkin dianggap “kuno” karena tidak ikut-ikutan memuja digitalisasi tanpa arah. Baginya, pembangunan adalah soal manusia. “Teknologi itu alat, bukan tujuan,” katanya saat itu.

Pendekatannya selalu berbasis realitas. Ia menyayangkan bagaimana negara kadang terjebak pada jargon dan pertumbuhan angka, tapi lupa menilik dampaknya pada rakyat kecil. Dalam salah satu kuliah umum di tahun 2010-an, ia menantang para mahasiswa untuk menghitung secara jujur: siapa yang benar-benar diuntungkan dari pertumbuhan ekonomi 6%?

Bukan sekali dua kali ia berseberangan pandangan dengan elite. Tapi tidak pernah karena motif politik. Ia justru menghindari jabatan saat merasa tidak mampu sepenuhnya mengikuti nuraninya. Dalam budaya birokrasi yang cenderung kompromistis, sikap ini membuatnya dianggap langka.

Sosok Pribadi yang Sederhana dan Dedikatif

Di balik gaya bicaranya yang kaku dan penuh istilah ekonomi, Kwik dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Ia enggan tampil berlebihan. Bahkan setelah tak lagi menjabat, ia tidak mengejar jabatan atau proyek.

Beberapa mahasiswa yang pernah belajar langsung dengannya menyebutnya sebagai “dosen yang galak tapi bikin nagih.” Ia dikenal selalu menantang mahasiswa berpikir kritis. “Kalau kamu cuma ulang dari buku, saya bisa baca sendiri,” katanya dalam satu sesi.

Meski dikenal intelek, ia tidak pernah menjauh dari rakyat kecil. Ia sering mengkritik bagaimana istilah ekonomi dibuat rumit padahal seharusnya bisa dijelaskan ke ibu-ibu pasar. “Kalau rakyat tidak mengerti kebijakan ekonomi, yang salah bukan rakyatnya, tapi ekonomnya,” begitu salah satu kutipan terkenalnya.

Salah satu cerita yang paling membekas datang dari pengemudi ojek daring yang pernah mengantar Kwik dari rumahnya di bilangan Jakarta Selatan. Ia tidak tahu siapa penumpangnya, sampai Kwik tiba-tiba bertanya tentang bagaimana inflasi mempengaruhi tarif ojek. Di akhir perjalanan, sang pengemudi baru tahu ia sedang membawa mantan menteri. “Tapi beliau ramah, nggak gaya pejabat sama sekali,” ujarnya.

Warisan Pemikiran yang Relevan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Kini ketika Kwik Kian Gie meninggal, banyak yang menyadari bahwa bangsa ini kehilangan bukan hanya seorang ekonom, tapi penjaga nurani ekonomi. Di tengah perkembangan zaman yang makin digital, makin cepat, dan makin penuh euforia pertumbuhan, warisan pemikiran Kwik justru menjadi pengingat penting: bahwa ekonomi adalah alat untuk menyejahterakan manusia, bukan angka di kertas.

Pemikirannya tentang pembangunan berbasis kerakyatan, kemandirian ekonomi, pengawasan utang, dan keadilan distribusi semakin relevan. Apalagi ketika kesenjangan sosial terus melebar, dan jargon ekonomi sering mengaburkan realita di lapangan.

Di dunia maya, sejumlah tokoh dan mantan mahasiswa menyuarakan duka mereka. Bukan sekadar kehilangan, tapi juga rasa hormat yang dalam. Banyak yang menulis bahwa meski tubuhnya telah tiada, pikiran dan prinsipnya akan terus hidup—di buku, di artikel, di forum-forum diskusi yang masih setia pada suara akal sehat.

Seorang tokoh ekonomi dari generasi muda menulis, “Kita kehilangan satu suara jujur. Tapi semoga kita tak kehilangan keberanian untuk meneruskan suaranya.”

Penutup: Selamat Jalan, Pak Kwik, Pemikir yang Tak Takut Sendirian

Kepergian Kwik Kian Gie adalah pengingat bahwa keberanian berpikir, integritas, dan kesetiaan pada kebenaran adalah nilai yang tak boleh hilang. Di era ketika suara minor kerap ditenggelamkan oleh opini mayoritas dan algoritma media sosial, keberadaan orang seperti Kwik adalah oase—sunyi, tapi menyejukkan.

Selamat jalan, Pak Kwik. Terima kasih atas keteguhan, atas pelajaran bahwa jadi ekonom bukan hanya soal pintar berhitung, tapi juga soal berani berpihak. Anda memang telah pergi, tapi gagasan Anda masih akan terus dicetak ulang dalam sejarah bangsa ini.

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal

Baca Juga Artikel Dari: Distributor Beras Oplosan: Skandal Ketahanan Pangan Indonesia

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved