Kiamat Selat Hormuz? China Teriak Dunia Sedang Pegang Napas

Jakarta, incaberita.co.id – Bayangkan seutas jalur laut sempit, lebarnya hanya 39 km di bagian tersempit, tapi mengalirkan sepertiga dari ekspor minyak dunia. Selamat datang di Kiamat Selat Hormuz—arteri energi global yang kini berubah menjadi potensi medan perang skala besar.
Beberapa waktu terakhir, istilah “Kiamat Selat Hormuz” mulai menghantui pemberitaan internasional. Bukan sekadar istilah bombastis, tapi mencerminkan kegentingan yang nyata: Iran mulai meningkatkan manuver militer di kawasan, Israel menanggapi dengan ancaman terselubung, dan Amerika Serikat seperti biasa, berdiri dengan kapal perangnya mengawasi. Dunia menahan napas.
Dan yang baru-baru ini mengejutkan: China buka suara lantang. Negara yang biasanya berhati-hati dalam diplomasi regional, kini menyuarakan keprihatinan mendalam. Dalam rilis resmi yang dikutip CNBC Indonesia (19 Juni 2024), China menyerukan semua pihak—terutama Iran, Israel, dan AS—untuk menahan diri. Nada pernyataan Beijing nyaris terdengar putus asa.
“Jika Selat Hormuz jatuh dalam kekacauan total, bukan hanya Timur Tengah yang terbakar, tapi seluruh rantai pasok energi dunia bisa runtuh,” tulis media Tiongkok dengan nada peringatan keras.
Apa yang Sebenarnya Terjadi? Iran, Israel, dan AS di Ujung Tanduk
Image Source: Tribun Priangan
Untuk memahami ketegangan ini, kita harus mundur sedikit.
Pada awal 2024, hubungan Iran-Israel yang memang sudah renggang mulai memanas kembali setelah serangkaian insiden sabotase nuklir di Iran yang diduga kuat dilakukan Mossad. Iran membalas dengan serangan drone ke basis Israel di utara Irak dan dugaan penyerangan siber ke fasilitas sipil.
Masuklah Selat Hormuz.
Iran secara terbuka mengancam akan menutup Selat Hormuz jika Israel melanjutkan “agresi ilegal” dan jika AS tidak menahan sekutunya. Di saat bersamaan, pasukan Korps Garda Revolusi Iran mulai menggelar latihan besar-besaran dengan kapal rudal dan drone di perairan Teluk Persia.
Washington langsung mengirim kapal induk ke sekitar kawasan Oman. Situasi memanas. Israel, dalam pernyataan resminya, menyebut “akan menanggapi setiap agresi terhadap kebebasan navigasi dengan kekuatan penuh.”
Dan inilah yang bikin China gemas. Bukan karena sekadar isu regional, tapi karena implikasi ekonominya luar biasa besar.
Kenapa China Peduli? Energi, Jalur Dagang, dan Peran Geopolitik yang Lebih Besar
China bukan sekutu langsung Iran atau Israel, apalagi AS. Tapi bagi Beijing, Selat Hormuz adalah urat nadi. Sekitar 40% kebutuhan minyak mentah China berasal dari Timur Tengah. Dan 80% dari itu dikirim melewati Selat Hormuz.
Satu blokade di Selat Hormuz, dan ekonomi Tiongkok bisa terpukul hebat—terutama di tengah perlambatan ekonomi pasca-COVID dan ketegangan dagang yang belum sepenuhnya reda.
Inilah kenapa China mengambil sikap vokal. Mereka menyerukan agar Iran berhenti memprovokasi, tapi juga menyindir Israel dan AS yang menurut mereka “membawa standar ganda” dalam konflik ini. Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, bahkan menyatakan secara terbuka:
“Semua pihak harus kembali ke jalur diplomasi. Provokasi bersenjata hanya membawa kerugian kolektif.”
Dan bukan cuma China. India, Jepang, Korea Selatan—semuanya ketar-ketir. Tapi China satu-satunya kekuatan besar yang secara aktif terlibat lewat diplomasi.
Di balik ini semua, China juga memosisikan diri sebagai penengah baru dunia. Sebuah langkah strategis untuk menunjukkan bahwa mereka bisa menggantikan AS dalam peran stabilisator global.
Apa Skenario Terburuk Jika “Kiamat Selat Hormuz” Jadi Nyata?
Kita bicara risiko global collapse. Itu bukan berlebihan. Simulasinya sudah dibuat oleh beberapa lembaga riset energi dunia.
Jika Iran betulan menutup Selat Hormuz—atau cukup membuatnya tidak aman untuk navigasi:
-
Harga minyak bisa melonjak ke atas USD 150 per barel dalam hitungan hari.
-
Negara importir besar seperti China, Jepang, India akan terdampak parah.
-
Negara-negara miskin pengimpor energi bisa mengalami krisis BBM dan pangan (karena logistik terganggu).
-
Pasar saham global akan terguncang. Nilai tukar melemah. Inflasi melonjak.
-
Dan tentu saja, risiko perang terbuka Iran-Israel-AS yang bisa menyeret kawasan luas dan kelompok milisi seperti Houthi, Hizbullah, bahkan Taliban.
Bayangkan 20 juta barel minyak/hari berhenti mengalir. Dunia seperti sedang tarik napas panjang… menunggu apakah ada yang memutuskan menekan pelatuk.
Dunia Harus Bergerak Cepat: Apa yang Bisa dan Harus Dilakukan?
Skenario kiamat bisa dicegah—kalau semua pihak cukup rasional.
Langkah pertama: diplomasi aktif dari kekuatan netral. Dan di sinilah China sedang mencoba unjuk peran. Beijing kini intensif berdialog dengan Teheran dan juga diam-diam melakukan komunikasi backchannel ke Washington.
Langkah kedua: pengamanan multinasional di Selat Hormuz. Model ini pernah dijalankan pada 1980-an saat Perang Tanker. PBB atau G20 bisa membentuk koalisi pengawas netral untuk menjamin kebebasan navigasi.
Langkah ketiga: diversifikasi energi global. Negara-negara seperti Indonesia, Australia, bahkan Brasil perlu mempercepat program energi alternatif dan memperkuat cadangan strategis nasional.
Dan terakhir—langkah paling sulit: menghentikan provokasi politik domestik yang mendorong pemimpin bertindak keras hanya untuk konsumsi dalam negeri.
Penutup: Selat Hormuz Bukan Cuma Titik Koordinat di Peta, Tapi Simbol Bahwa Dunia Bisa Goyang oleh Ego Beberapa Negara
Kita hidup di zaman saling ketergantungan. Tapi, ironi besarnya adalah… satu titik sempit bernama Selat Hormuz bisa jadi pemicu resesi global, krisis energi, dan konflik militer baru. Dan istilah “Kiamat Selat Hormuz” mungkin tidak lagi metafora—kalau dunia tidak bergerak cepat.
China, dengan segala kepentingan ekonominya, telah memperingatkan. Sekarang bola ada di tangan aktor utama: Iran, Israel, dan Amerika Serikat.
Pertanyaannya, seperti dalam permainan catur: siapa yang akan melangkah lebih dulu—dan apakah itu akan membawa kita keluar dari krisis, atau malah… masuk ke dalamnya?
Baca Juga Artikel dari: Arab Kecam AS atas Serangan ke Fasilitas Nuklir Iran!
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Global