June 18, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Iran Gempur Israel: Dunia Menahan Napas, Apa yang Terjadi?

Iran Gempur Israel Semakin Memanas, Israel Menyerah?

Jakarta, incaberita.co.id – Bukan kembang api. Bukan hujan meteor. Tapi dentuman.

Langit di atas Yerusalem malam itu berubah jadi panggung tegang. Suara sirine meraung, mengabarkan ancaman nyata: rudal dan drone dari Iran Gempur Israel sedang mengarah ke wilayah udara Israel.

Berita serangan langsung Iran Gempur Israel menyebar dalam hitungan menit. CNN, Al Jazeera, bahkan media sosial seperti Twitter (X) dan Instagram langsung penuh dengan tagar: #IranGempurIsrael dan #MiddleEastOnFire.

Dan buat banyak orang, termasuk saya—seorang jurnalis yang dulu pernah meliput krisis Gaza 2014—momen ini bukan sekadar headline. Ini sinyal keras bahwa poros konflik di Timur Tengah kembali memanas, bahkan lebih dari sebelumnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Serangan ini bukan dadakan. Ini buah dari rentetan ketegangan, balas-membalas, dan perebutan pengaruh regional antara dua kutub: Teheran dan Tel Aviv.

Akar Konflik: Retorika Panas yang Jadi Bom Waktu

Iran Gempur Israel

Image Source: DetikNews

Mari kita tarik sedikit ke belakang, karena perang tidak pernah terjadi begitu saja.

Iran Gempur Israel sudah lama tidak akur. Bahkan sejak era Revolusi Iran 1979, hubungan mereka memburuk drastis. Iran, sebagai negara Syiah dengan pengaruh besar di Timur Tengah, kerap menyebut Israel sebagai “rezim Zionis yang harus dihapus dari peta dunia.”

Sementara itu, Israel tidak pernah diam. Mereka secara aktif membatasi ekspansi Iran lewat jalur diplomatik, ekonomi, dan—ini yang penting—serangan militer terbatas ke aset-aset Iran di Suriah dan Lebanon.

Puncaknya datang saat satu serangan udara menghantam konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada awal 2025. Iran menuduh Israel sebagai pelakunya. Korban? Beberapa perwira tinggi Garda Revolusi Iran. Itu bukan sekadar kehilangan personel. Itu penghinaan nasional.

“Balas dendam akan datang,” kata pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Dunia mendengarnya, dan menunggu. Dan ketika drone serta rudal mulai beterbangan dari arah timur, kita semua sadar: janji itu bukan basa-basi.

Detik-detik Gempuran: Israel Siaga, Dunia Tegang

Pada pukul 22.45 waktu setempat, sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome, mulai aktif. Ratusan drone dikabarkan melintasi Irak dan Suriah menuju target-target strategis di wilayah Israel.

Saya sempat terhubung via Zoom dengan kolega saya, Noah, seorang jurnalis lepas yang tinggal di Tel Aviv. Dengan latar belakang suara sirine dan anak-anak menangis, dia berkata:

“Ini pertama kalinya saya merasa seperti sedang berada di film perang… tapi ini bukan film.”

Tak lama kemudian, laporan resmi keluar: lebih dari 300 rudal dan drone ditembakkan oleh Iran Gempur Israel dan sekutunya dari Lebanon dan Yaman.

Namun menariknya, sebagian besar berhasil dicegat. Berkat kerja sama pertahanan dengan AS, Inggris, dan bahkan—surprise—Yordania, Israel bisa menangkis sebagian besar serangan itu.

Tetapi bukan berarti tanpa korban. Ada ledakan di dekat pangkalan militer Negev. Ada laporan korban luka. Dan yang lebih besar dari semua itu: efek psikologisnya.

Warga Israel mulai mengosongkan area terbuka. Sekolah ditutup. Pasar saham goyah. Dan dunia—terutama negara-negara Eropa dan Asia—mulai menghitung risiko lanjutan: Akankah ini berubah jadi perang dunia versi regional?

Respon Global: Amerika, Rusia, dan Negara Arab Punya Kepentingan Sendiri

Begitu kabar “Iran gempur Israel” tersebar, diplomasi dunia langsung bergerak cepat.

Presiden AS saat ini, dalam pernyataan yang disiarkan langsung, menyebut bahwa Amerika Serikat berdiri di belakang Israel, dan siap mengaktifkan “opsi militer terbatas” jika dibutuhkan.

Di lain sisi, Rusia—sekutu Iran dalam berbagai isu Timur Tengah—mengeluarkan pernyataan yang terdengar ambigu. Mereka menyayangkan eskalasi, tapi tidak mengutuk Iran secara langsung.

Sementara itu, negara-negara Arab terbelah dua. Arab Saudi mengutuk serangan, tapi juga mendesak Israel menghentikan pelanggaran terhadap situs-situs suci Islam. Uni Emirat Arab, Qatar, dan Mesir mendesak de-eskalasi, tapi enggan menyalahkan salah satu pihak secara eksplisit.

Kenapa? Karena ini bukan sekadar soal rudal. Ini soal pengaruh regional, pasar energi, dan arah politik global.

Iran Gempur Israel punya kepentingan memperlihatkan taringnya di mata publik domestik dan sekutunya. Israel ingin menunjukkan bahwa mereka tak bisa disentuh begitu saja. Dan negara-negara lain? Ingin tetap aman… tapi tetap relevan.

Dampaknya ke Dunia: Harga Minyak, Sentimen Islamofobia, dan Potensi Gelombang Pengungsi

Ketika dua negara besar saling serang, efeknya menjalar ke seluruh dunia.

Harga minyak langsung melonjak hingga $100 per barel dalam dua hari. Investor panik, dan negara-negara pengimpor besar seperti India, Jepang, serta negara-negara Eropa mulai memutar otak.

Pasar saham Asia dan Amerika Serikat juga terimbas. IHSG di Indonesia sempat terkoreksi 1,5% dalam satu hari. Itu bukan hal kecil.

Sementara itu, di dunia maya, muncul gelombang narasi Islamofobia dan anti-Semitisme, tergantung dari siapa yang bicara. Twitter menjadi medan perang kedua. Warganet saling adu argumen, kadang hanya modal info setengah matang dari akun anonim.

Dan tak kalah penting: pengungsi. Jika konflik ini meluas ke Lebanon, Suriah, atau bahkan ke Irak, maka dunia akan menghadapi gelombang pengungsi baru yang bisa melintasi benua.

Krisis kemanusiaan bukan lagi potensi. Ia sudah di depan mata.

Masa Depan Timur Tengah—Menuju Damai atau Perang Terbuka?

Pertanyaannya sekarang: Apakah ini awal perang besar?

Jawabannya tergantung.

Jika Iran Gempur Israel berhenti di titik ini, hanya sebatas “unjuk kekuatan”, maka bisa saja dunia kembali tenang dalam beberapa minggu. Tapi jika ada serangan balasan Israel ke wilayah Iran, khususnya ke fasilitas nuklir atau target sipil strategis—maka eskalasi akan sulit dihindari.

Sebagian pengamat bahkan menyebut kemungkinan “proxy war regional besar” antara blok pro-Iran (Hizbullah, Houthi, milisi Irak) vs Israel dan sekutu Barat.

Artinya? Bukan hanya Timur Tengah yang terbakar. Dunia juga bisa terguncang.

Refleksi: Perang Itu Nyata, dan Korbannya Bukan Politik

Saya ingin tutup dengan cerita yang mungkin luput dari headline.

Seorang ibu di kota Isfahan, Iran Gempur Israel, bernama Laleh (bukan nama asli), menuliskan status di Instagram:

“Anakku baru 10 tahun, dan dia sudah belajar membedakan suara sirine dengan suara pesawat. Itu bukan pelajaran yang harusnya dia pelajari…”

Begitu juga di sisi Israel, seorang sopir taksi bernama Eli bercerita dalam wawancara TV lokal, bahwa dia harus menyembunyikan anak-anaknya di ruang bawah tanah sambil memutar lagu-lagu ceria agar mereka tidak panik.

Perang itu nyata. Tapi korbannya bukan para pemimpin, bukan politisi, bukan analis geopolitik. Yang selalu jadi korban adalah rakyat biasa.

Penutup: Jangan Lupakan Kemanusiaan di Tengah Judul Perang

Konflik Iran gempur Israel adalah cermin. Ia memperlihatkan wajah dunia yang rapuh, mudah tersulut, dan sarat kepentingan. Tapi ia juga menyuarakan satu hal penting: bahwa di balik politik, ada manusia.

Mungkin kita tak bisa menghentikan perang dari sini. Tapi kita bisa memilih untuk tidak ikut menyebar narasi kebencian, tidak ikut memperkeruh suasana dengan informasi hoaks, dan tidak menertawakan penderitaan orang lain.

Karena dunia ini sudah cukup panas. Kita tak perlu menambahkan bara.

Baca Juga Artikel dari: Presiden Prabowo Resmi Tetapkan 4 Pulau Disengketakan Sebagai Wilayah Sah Aceh

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Global

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved