Hukuman Rizky Kabah, Sanksi Adat Dari Suku Dayak Jalan Damai

JAKARTA, incaberita.co.id — Proses panjang dari kasus yang tengah berjalan, akhirnya Hukuman Rizky Kabah menemukan titik terang. Konten kreator asal Pontianak, Kalimantan Barat itu dijatuhi sanksi adat berupa Capa Molot setelah dianggap menyinggung masyarakat Dayak melalui kontennya di media sosial. Keputusan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Ormas Mangkok Merah Kalimantan Barat (MMKB), Iyen Bagago, yang menjadi salah satu pelapor kasus tersebut.
“Rapat adat kemarin memang belum final, tapi sudah dibahas dan disepakati sanksi hukum adat yang akan dijatuhkan kepada Rizky Kabah. Capa Molot akan diterapkan, dan itu sudah pasti,” ujar Iyen kepada detikKalimantan, Rabu (8/10/2025). Menurutnya, hukuman adat ini merupakan langkah terbaik untuk menjaga keharmonisan antara masyarakat adat Dayak dan pihak yang bersangkutan.
Iyen menjelaskan bahwa keputusan untuk memberi Hukuman Rizky Kabah sepenuhnya diserahkan kepada Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Pontianak. “Kami mempercayakan sepenuhnya kepada DAD dan para Temenggung Adat. Mereka memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan waktu dan tata cara pelaksanaan hukum adat ini,” tambahnya.
Makna dan Tujuan Capa Molot dalam Hukuman Rizky Kabah
Sanksi Capa Molot dalam hukum adat Dayak Kanayatn bukanlah bentuk hukuman fisik, melainkan simbol penyelesaian damai. Sanksi ini biasanya diberikan kepada seseorang yang melakukan kesalahan dalam ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan masyarakat. Melalui ritual adat tersebut, pelaku diharapkan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Menurut Temenggung Adat Pontianak, Aloysius Nanta, Capa Molot memiliki filosofi mendalam tentang penghormatan dan rekonsiliasi. “Ritual ini tidak bertujuan untuk mempermalukan, tapi untuk mengembalikan keseimbangan sosial. Adat Dayak selalu menjunjung tinggi perdamaian,” jelasnya. Ia menambahkan, dalam pelaksanaannya, Hukuman Rizky Kabah akan dilakukan di Rumah Betang dengan disaksikan tokoh adat dan masyarakat setempat.
Sumber Gambar : Info1.id
Selain itu, Pasirah Dayak Kota Pontianak, Hendrikus Sandi, menjelaskan bahwa pelaksanaan hukum adat seperti Capa Molot mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Dayak. “Kami ingin menunjukkan bahwa adat bukan sekadar simbol, tetapi juga solusi. Dalam kasus Hukuman Rizky Kabah, kami ingin menegakkan keadilan tanpa kebencian,” ujarnya dengan tegas.
Reaksi Dewan Adat Dayak dan Koordinasi dengan Penegak Hukum
Ketua DAD Kota Pontianak, Yohanes Nenes, menyatakan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Kalbar terkait proses hukum negara yang juga berjalan. “Kami tetap menghormati proses hukum positif, tapi penyelesaian adat tetap harus dijalankan sebagai bagian dari budaya dan kehormatan masyarakat Dayak,” ujarnya.
Nenes menegaskan bahwa pelaksanaan Hukuman Rizky Kabah akan dilakukan secara terbuka dan terukur. “Kami tidak ingin tindakan ini disalahartikan. Hukum adat Dayak mengutamakan perdamaian, bukan balas dendam,” katanya saat ditemui di Rumah Betang Pontianak.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Kalbar, Kombes Burhanuddin, membenarkan bahwa Rizky Kabah telah ditetapkan sebagai tersangka. “Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang cukup dan melakukan gelar perkara. Namun kami menghargai upaya penyelesaian melalui jalur adat,” ucapnya.
Harapan untuk Perdamaian dan Pelajaran bagi Masyarakat Digital
Kasus Hukuman Rizky Kabah menjadi pengingat penting bagi para pengguna media sosial agar berhati-hati dalam menyampaikan pendapat. Dalam era digital yang semakin terbuka, batas antara kebebasan berekspresi dan penghinaan terhadap identitas budaya menjadi semakin tipis. “Ini bukan hanya soal Rizky Kabah, tapi soal bagaimana kita belajar menghormati kearifan lokal,” ujar Iyen Bagago.
Aktivis kebudayaan Kalimantan Barat, Lidia Aran, menilai bahwa langkah DAD Pontianak dan masyarakat Dayak dalam menyelesaikan kasus ini melalui Capa Molot adalah contoh praktik kearifan lokal yang perlu diapresiasi. “Dalam dunia modern, jarang kita temui penyelesaian konflik yang menekankan pada perdamaian dan penghormatan. Inilah keunikan adat Dayak,” jelasnya.
Dengan pelaksanaan Capa Molot, diharapkan polemik yang melibatkan Rizky Kabah dapat segera berakhir. Masyarakat adat Dayak berharap proses Hukuman Rizky Kabah menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga ucapan dan menghormati keragaman budaya di Indonesia. “Adat kami mengajarkan bahwa setiap kesalahan bisa dimaafkan, asalkan ada niat tulus untuk memperbaiki diri,” tutup Aloysius Nanta dengan penuh harap.
Reaksi Publik dan Pesan Moral dari Kasus Hukuman Rizky Kabah
Kasus Hukuman Rizky Kabah memicu beragam reaksi dari masyarakat, terutama di media sosial. Banyak warganet mengapresiasi langkah Dewan Adat Dayak yang menegakkan hukum adat dengan mengedepankan prinsip perdamaian dan penghormatan. “Hukum adat seperti ini menunjukkan Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan penyelesaian damai,” tulis seorang pengguna Facebook asal Kalbar.
Namun, ada juga yang menilai bahwa kasus ini seharusnya menjadi pelajaran nasional tentang pentingnya etika digital dan komunikasi antarbudaya. Pengamat media sosial, Rendra Wijaya, mengatakan bahwa peristiwa Hukuman Rizky Kabah mengingatkan bahwa konten kreator memiliki tanggung jawab besar terhadap publik. “Setiap kata yang diucapkan di ruang digital bisa berdampak sosial dan budaya. Karena itu, empati dan kesadaran budaya harus menjadi bagian dari literasi digital kita,” ujarnya.
Bagi masyarakat Dayak sendiri, proses adat ini bukan sekadar hukuman, melainkan sarana refleksi bersama. Mereka berharap nilai-nilai penghormatan terhadap keberagaman terus hidup di tengah arus modernisasi yang kian cepat.
Baca juga konten dengan artikel terkait yang membahas tentang berita lokal
Baca juga artikel menarik lainnya mengenai Kabel Bawah Laut Proyek Raksasa Meta Perkuat Internet di Asia