Gravel Mandalika Dikritik Pebalap, Insiden Marquez Picu Sorotan Keselamatan

NUSA TENGGARA BARAT, incaberita.co.id – Suhu di Sirkuit Mandalika siang itu mencapai lebih dari 40 derajat di permukaan aspal. Asap tipis dari ban-ban MotoGP baru saja menguap ketika insiden besar terjadi di lap pertama. Gravel Mandalika dikritik pebalap setelah Marc Marquez, sang juara dunia yang dikenal berani menyalip di tikungan-tikungan mustahil, terpelanting keras setelah bersentuhan dengan Marco Bezzecchi di Tikungan 7.
Sekejap kemudian, tubuh dan motornya meluncur ke gravel—area yang seharusnya melindungi pembalap dari cedera serius. Tapi kali ini, tidak demikian. Beberapa saksi menyebut, ketika tubuh Marquez menghantam kerikil besar di sisi luar lintasan, posisinya terpental sebelum akhirnya berhenti dalam kondisi tergeletak. Tim medis berlari, bendera kuning berkibar, dan suasana paddock mendadak hening.
Kecelakaan ini bukan yang pertama di Mandalika. Namun, kali ini perdebatan bukan lagi soal ban atau strategi, melainkan soal gravel Mandalika—material kecil di pinggir lintasan yang kini menjadi perbincangan besar di dunia balap.
Gravel Mandalika dan Standar FIM: Kritik Pebalap atas Homologasi dan Rasa Aman
Sumber gambar : ligaolahraga.com
Gravel Mandalika dikritik pebalap bukan tanpa alasan. Sirkuit ini memang sudah mengantongi sertifikasi FIM Grade A, artinya telah memenuhi semua standar internasional. Namun, seperti diakui beberapa pembalap, “standar di kertas tidak selalu sama dengan rasa di lapangan.”
Joan Mir, yang saat itu melaju tepat di belakang Marquez, mengaku kaget melihat bagaimana motor sang juara dunia terpental begitu keras. Ia menyoroti perbedaan tinggi antara aspal dan gravel di Tikungan 7—ada semacam “step” yang membuat transisi lintasan terasa tidak mulus. “Seandainya bagian itu diaspal, mungkin impact-nya tak separah itu,” ujarnya kepada wartawan usai balapan.
Pernyataan Mir diikuti komentar Alex Márquez, adik Marc, yang menyebut ukuran batu di area gravel terlalu besar. “Kalau jatuh di sana, mustahil tidak cedera,” katanya dengan nada geram.
Bagi mereka, gravel di Mandalika seharusnya memperlambat, bukan membuat tubuh pembalap terpental seperti bola. Dalam beberapa sirkuit Eropa seperti Misano atau Silverstone, area ini diganti dengan kombinasi asphalt run-off—permukaan datar yang memungkinkan pembalap meluncur dengan stabil sebelum berhenti. Mandalika masih terbatas dalam hal itu.
Keindahan Alam vs. Kritik terhadap Gravel Mandalika dan Tantangan Keselamatan
Sirkuit Mandalika memang dibangun di tepi pantai dengan pemandangan yang luar biasa: bukit hijau, langit biru, dan laut yang berkilau di kejauhan. Keindahan ini jadi kebanggaan nasional. Tapi bagi pebalap, keindahan tak berarti jika gravel Mandalika justru menambah risiko.
Seorang teknisi FIM pernah berkata bahwa “keindahan tak bisa jadi alasan untuk menunda evaluasi keselamatan.” Beberapa tim teknik menilai desain run-off Mandalika masih menyisakan kompromi. Area gravel memang berfungsi menyerap energi tabrakan, tetapi di tikungan berkecepatan tinggi seperti T7, efeknya bisa berbalik. Permukaan kerikil besar dan tidak rata memperparah gaya putaran tubuh saat terjatuh.
Contoh menarik datang dari GP Catalunya 2023, di mana Aleix Espargaró selamat dari kecelakaan besar karena area aspal run-off cukup panjang dan rata. “Kami meluncur, bukan terpental,” ujarnya waktu itu. Kalimat sederhana itu kini menjadi pembanding alami untuk gravel Mandalika.
MGPA (Mandalika Grand Prix Association) telah mengumumkan kerja sama dengan Dorna dan FIM untuk mengevaluasi area T7. Dalam beberapa pekan ke depan, rencananya ada inspeksi ulang gravel Mandalika untuk memastikan transisi aspal ke gravel aman dan sesuai kebutuhan motor modern.
Marc Marquez Jadi Sorotan Utama dalam Kritik terhadap Gravel Mandalika
Marc Marquez bukan nama baru dalam daftar korban gravel. Ia pernah jatuh di banyak sirkuit dan selalu bangkit, tapi kali ini berbeda. Laporan medis menyebut adanya dugaan patah tulang selangka kanan usai insiden di gravel Mandalika.
Ironisnya, Mandalika dulu sempat menjadi tempat di mana Marquez tampil brilian pada 2023. Ia memuji atmosfer dan penonton Indonesia. Namun setelah kecelakaan ini, dunia balap menyoroti satu hal klasik: apakah sirkuit-sirkuit baru di Asia sudah benar-benar siap mengimbangi kecepatan generasi motor saat ini?
Motor MotoGP 2025 jauh lebih bertenaga dibanding beberapa tahun lalu. Akselerasinya melonjak, kecepatan maksimum menembus rekor lama. Artinya, desain gravel dan run-off yang dulu aman, kini bisa menjadi bahaya.
Seorang insinyur Ducati pernah menyinggung hal ini, “Dulu 320 km/jam terasa ekstrem. Sekarang 340 bukan hal aneh. Tapi gravel kita masih sama seperti lima tahun lalu.” Jika Marquez yang berpengalaman saja bisa cedera serius di gravel Mandalika, bayangkan risiko bagi rookie yang baru memulai kariernya.
Solusi dan Evaluasi FIM untuk Gravel Mandalika Pasca Kritik Pebalap
Kritik keras terhadap gravel Mandalika dikritik pebalap bukan bentuk penolakan terhadap sirkuit ini, melainkan dorongan agar Mandalika semakin baik. Para pebalap ingin tetap balapan di sini, tetapi dengan jaminan keselamatan lebih tinggi.
FIM kemungkinan akan meminta reprofiling area run-off Mandalika—mengurangi perbedaan tinggi antara aspal dan gravel, serta mengganti kerikil besar dengan material yang lebih kecil dan seragam. MGPA menyebut siap menindaklanjuti hasil evaluasi pasca-race.
Beberapa pengamat juga menyarankan perluasan area aspal pelarian di tikungan berkecepatan tinggi. Langkah seperti ini sudah diterapkan di sirkuit modern lain tanpa menghilangkan karakter khas Mandalika.
Ada pelajaran besar dari insiden ini: keselamatan tidak bisa menunggu. Dunia MotoGP selalu belajar dari setiap kecelakaan, sekecil apa pun. Dalam sejarah, hampir semua perubahan besar dalam desain sirkuit berawal dari satu insiden serius.
Marc Marquez mungkin absen beberapa seri, tapi dampak dari kejatuhannya bisa membawa perbaikan untuk banyak sirkuit di dunia. Jika gravel Mandalika berubah menjadi lebih aman, maka rasa sakit di lap pertama GP Indonesia 2025 tidak akan sia-sia.
Penutup: Gravel Mandalika Dikritik Pebalap, Sebuah Cermin Kemajuan Dunia Balap
Kini, gravel Mandalika dikritik pebalap bukan sebagai bentuk protes semata, melainkan cermin dari kemajuan olahraga ini. Di satu sisi, Mandalika adalah simbol kebanggaan Indonesia; di sisi lain, ia pengingat bahwa teknologi balap terus berlari, dan keselamatan harus ikut berpacu.
Tidak ada sirkuit yang sempurna sejak awal. Tapi keindahan MotoGP justru ada pada kemampuannya untuk belajar, memperbaiki, dan berkembang setelah setiap insiden. Mungkin nanti, ketika MotoGP kembali ke Lombok, Marc Marquez sudah pulih, para pebalap kembali percaya, dan gravel Mandalika menjadi contoh keberanian sebuah negara dalam memperjuangkan keselamatan di panggung dunia.
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Global
Baca juga artikel lainnya: Atraksi Drone–Kembang Api di Liuyang Berubah Petaka, Percikan Api Jatuh ke Area Penonton