DK PBB Siapkan Voting untuk Pasukan Internasional di Gaza
JAKARTA, incaberita.co.id – Ketika dunia menatap Gaza dengan campuran harap dan cemas, DK PBB Siapkan Voting menjadi pembahasan utama yang mencuri sorotan global. Situasi kemanusiaan di Gaza kembali menempatkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa‑Bangsa sebagai panggung penting dalam menentukan masa depan wilayah yang sudah lama dilanda konflik berkepanjangan. Upaya turun tangan dari PBB bukan perkara baru, tetapi kali ini terasa berbeda. Amerika Serikat telah mengedarkan draf resolusi yang mendorong pembentukan pasukan stabilisasi internasional dengan mandat operasional selama dua tahun penuh. Sebuah rencana besar yang dinilai bisa membawa jalan keluar atau malah memunculkan babak ketegangan baru.
Rancangan resolusi DK PBB Siapkan Voting yang mencuri perhatian

Sumber gambar : news.detik.com
Menurut berbagai laporan media nasional seperti KOMPAS, Republika, dan CNN Indonesia, draf resolusi tersebut mengusulkan pembentukan pasukan multinasional yang akan ditempatkan di Gaza hingga akhir 2027. Nama resminya memang belum ditentukan. Namun beberapa media internasional menyebutnya sebagai International Stabilisation Force atau ISF.
Tugas pasukan ini mencakup menjaga stabilitas, mencegah penyelundupan senjata, memfasilitasi bantuan kemanusiaan, dan melatih polisi Palestina. Nantinya, polisi ini akan menjadi bagian dari keamanan lokal.
Jika resolusi disahkan melalui proses DK PBB Siapkan Voting, pasukan ini akan bekerja di bawah koordinasi langsung PBB. Mereka juga akan bekerja sama dengan negara tetangga seperti Mesir dan Israel. Meskipun terlihat menjanjikan, di balik proses ini tersimpan tarik-menarik kepentingan politik yang rumit.
Negara yang terlibat dalam proses DK PBB Siapkan Voting
Salah satu aspek penting dari proses DK PBB Siapkan Voting adalah siapa saja yang akan berkontribusi. Sejumlah negara termasuk Indonesia sudah diajak berdiskusi terkait potensi keikutsertaan mereka.
Mesir, Turki, dan beberapa mitra Amerika Serikat juga dikabarkan menyatakan kesiapan awal. Meski demikian, belum ada konfirmasi resmi mengenai negara mana yang akan terlibat langsung. Semua masih menunggu mandat final.
Seorang diplomat anonim yang dikutip media nasional menekankan bahwa keterbukaan harus dibarengi kejelasan. Menurutnya, tak ada negara yang ingin terseret dalam konflik panjang tanpa visi dan arah yang pasti. Komentar itu mencerminkan keraguan banyak negara terhadap operasionalisasi misi ini.
Pertimbangan sensitif dalam DK PBB Siapkan Voting
Ada dua hal yang menjadi sorotan besar dalam pembahasan ini: legitimasi dan penerimaan.
Kelompok bersenjata di Palestina, terutama Hamas, kemungkinan besar menolak kehadiran militer asing. Apalagi jika pasukan itu didominasi negara Barat. Tanpa penerimaan dari aktor lokal, misi ini bisa dituduh sebagai bentuk pendudukan baru.
Di sisi lain, legitimasi internasional juga dipertaruhkan. Negara seperti Rusia dan Tiongkok, sebagai anggota tetap DK PBB, memiliki hak veto. Mereka bisa saja menolak jika rancangan resolusi dianggap tidak adil atau berpihak.
Sejarah mencatat, banyak resolusi penting di Timur Tengah kandas karena veto politik. Hal itu kembali menjadi ancaman serius bagi kelangsungan misi ini.
Harapan dan keraguan di tengah DK PBB Siapkan Voting
Banyak pihak berharap voting ini jadi momentum perubahan. Resolusi tersebut bisa menjadi alat konkret menghentikan siklus kekerasan di Gaza. Jika memiliki mandat kuat dan mendapat dukungan luas, misi ini bisa menciptakan stabilitas jangka panjang.
Namun keraguan tetap membayangi. Apakah dua tahun cukup untuk menyelesaikan masalah yang telah mengakar puluhan tahun? Ada pula kekhawatiran tentang netralitas pasukan. Komposisi negara peserta dan kepemimpinan misi menjadi isu sensitif.
Sejumlah pengamat dalam negeri juga menilai bahwa perdamaian Gaza tidak bisa diselesaikan dengan militer semata. Diperlukan keadilan sosial, akses ekonomi, dan penghormatan terhadap hak-hak warga Palestina.
Dilema strategis bagi Indonesia dalam DK PBB Siapkan Voting
Indonesia memiliki posisi strategis. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan pendukung kuat Palestina, partisipasi Indonesia akan bermakna besar secara simbolik.
Namun keputusan tersebut penuh konsekuensi. Keterlibatan militer membawa risiko geopolitik, beban diplomasi, dan potensi tekanan domestik.
Seorang analis hubungan internasional dari UGM mengatakan bahwa Indonesia harus tetap mengedepankan prinsip bebas aktif. Selain itu, perlu kalkulasi matang soal dampak langsung dan tidak langsung terhadap keamanan nasional.
Perkembangan terbaru terkait jadwal DKPBBSiapkan Voting
Draf resolusi diajukan Amerika Serikat ke DK PBB pada 6 November 2025. Setelah melalui berbagai diskusi, jadwal pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada 17 November 2025.
Namun, hingga kini belum ada pengumuman resmi dari PBB yang mengonfirmasi kepastian tanggal tersebut. Beberapa sumber menyebut jadwal masih bisa berubah tergantung perkembangan diplomatik.
Selain itu, belum ada satu pun negara yang menyatakan secara terbuka siap menjadi bagian dari pasukan ini. Struktur komando, jumlah pasukan, logistik, dan detil mandat masih dalam pembahasan intensif.
Penutup
Apapun hasil dari proses DK PBB Siapkan Voting, keputusan ini akan mempengaruhi masa depan Gaza secara signifikan. Bila disahkan dan dijalankan dengan baik, misi ini bisa membuka jalan menuju stabilitas jangka panjang.
Namun bila gagal, dunia berpotensi menyaksikan babak baru konflik yang lebih kompleks. Situasi kemanusiaan bisa makin memburuk. Harapan masyarakat Gaza bisa kembali pupus.
Kini, sorotan dunia tertuju pada Dewan Keamanan PBB. Akankah mereka mampu menunjukkan fungsi nyatanya? Ataukah misi ini kembali berakhir sebagai dokumen tak bernyawa di atas meja diplomasi?
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Global
Baca juga artikel lainnya: Demo Gen Z Meksiko Meledak, 120 Orang Jadi Korban
