Gajah Bantu Evakuasi Material Banjir di Aceh, Upaya Darurat Bukan Eksploitasi
ACEH, incaberita.co.id — Bencana banjir bandang yang melanda Kabupaten Pidie Jaya memicu kerusakan besar serta tumpukan material kayu yang menghalangi akses utama evakuasi. Dalam kondisi yang sulit ditembus alat berat, Gajah Bantu Evakuasi menjadi solusi unik yang diterjunkan oleh BKSDA Aceh. Empat gajah terlatih bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni dibawa bersama para mahout menuju Gampong Meunasah Bie, lokasi yang paling parah terdampak.
Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, menjelaskan bahwa titik pembersihan dipilih berdasarkan area yang tak bisa dijangkau ekskavator atau kendaraan berat lainnya. Penggunaan gajah dalam konteks bencana ini menarik perhatian publik karena jarang terjadi dan melibatkan satwa besar dengan kemampuan fisik yang luar biasa.
Keberadaan gajah sebagai bagian dari operasi darurat ini kemudian memunculkan diskusi luas tentang kesejahteraan satwa, etika kerja hewan dalam situasi ekstrem, serta sejauh mana praktik ini dapat dibenarkan.
Respons Pakar Satwa: Gajah Bantu Evakuasi Tetap Perlu Pengawasan
Ahli hewan dari Universitas Gadjah Mada, Slamet Raharjo, menegaskan bahwa Gajah Bantu Evakuasi bukanlah praktik yang melanggar aturan dalam kondisi tertentu. Menurutnya, pemanfaatan tenaga gajah telah dilakukan selama berabad-abad di berbagai negara Asia, mulai dari kegiatan transportasi, pertunjukan, hingga pekerjaan berat lainnya.
Dalam konteks bencana alam, penggunaan gajah diperbolehkan selama memenuhi prinsip kesejahteraan satwa, termasuk kebebasan dari rasa sakit, stres, rasa lapar, dan tindakan eksploitasi. Selama gajah bekerja dalam beban wajar dan mendapat pengawasan mahout, kemungkinan terjadinya cedera dapat diminimalkan.
Slamet menyebut bahwa gajah mampu bekerja dengan baik jika beban tidak melebihi 40 persen dari berat tubuhnya. Gajah yang selama bertahun-tahun hidup dekat manusia cenderung adaptif dan tidak mudah mengalami stres saat diberi tugas tertentu, asalkan mendapat porsi kerja yang sesuai.
Tanda Stres dan Risiko pada Gajah Bantu Evakuasi
Meski penggunaan Gajah Bantu Evakuasi dapat dibenarkan, risiko tetap ada. Menurut penjelasan pakar, tanda stres pada gajah dapat muncul melalui perilaku tertentu seperti kegelisahan, suara dengusan berulang, atau menolak instruksi mahout. Mahout yang berpengalaman sangat berperan penting untuk menjaga kondisi fisik dan emosi gajah tetap stabil.

Sumber Gambar : Kompas Regional
Selain itu, medan pascabencana yang berlumpur, licin, dan memiliki arus air yang masih mengalir dapat menimbulkan bahaya bagi gajah. Karena ukurannya yang besar, gajah dapat mengalami cedera kaki atau kelelahan jika dipaksa bekerja terus-menerus.
Itulah sebabnya pemantauan kesejahteraan satwa dilakukan secara ketat dalam setiap proses pembersihan material. Komisi Animal Welfare juga memegang peran penting untuk memastikan praktik ini tidak melanggar etika penggunaan satwa.
Etika Penggunaan Satwa dalam Operasi Bencana
Diskusi publik mengenai Gajah Bantu Evakuasi memunculkan pertanyaan etis. Banyak orang menilai perlunya kajian mendalam sebelum satwa besar dilibatkan dalam operasi bencana. Slamet menjelaskan bahwa konteks darurat menjadi dasar yang membenarkan penggunaan tenaga hewan.
Risiko harus dikelola dengan ketat. Gajah tidak boleh diberi beban di luar batas kemampuannya. Hewan idealnya tidak dipakai untuk pekerjaan berat kecuali saat alat berat dan manusia sulit masuk lokasi terdampak.
Pengawasan wajib dilakukan. Penggunaan satwa tidak boleh menjadi praktik yang normal. Mahout dan tim penyelamat harus menjaga keselamatan gajah dan manusia selama operasi.
Alternatif Teknologi hingga Keterbatasannya dalam Kondisi Bencana
Teknologi modern seperti ekskavator, drone pemantau, dan kendaraan amfibi sudah banyak dipakai. Namun akses ke daerah banjir sering terhalang tumpukan puing atau jembatan putus. Dalam kondisi seperti ini, Gajah Bantu Evakuasi menjadi opsi yang lebih lincah saat alat berat tidak dapat masuk.
Penggunaan gajah bersifat sementara. Setelah akses terbuka, alat berat kembali mengambil alih pembersihan material dengan kapasitas yang jauh lebih besar.
Kombinasi tenaga hewan, alat berat, dan relawan menjadi metode paling efektif saat jalur evakuasi harus dibuka cepat.
Gajah sebagai Mitra Manusia dalam Situasi Krisis
Keberhasilan Gajah Bantu Evakuasi di Aceh menunjukkan bahwa satwa bisa menjadi mitra manusia saat krisis. Kemampuan fisik gajah membantu mempercepat pemulihan wilayah yang terdampak parah.
Di banyak negara Asia, gajah sudah lama terlibat dalam penanganan bencana. Tenaga dan ketahanannya membuat gajah mampu masuk ke medan sulit yang tidak bisa dilalui manusia atau alat berat. Namun keberhasilan operasi tetap bergantung pada koordinasi mahout, otoritas konservasi, dan tim penyelamat.
Pengawasan multidisiplin harus diterapkan. Satwa membutuhkan waktu istirahat, pemeriksaan kesehatan, dan perlindungan dari bahaya medan banjir.
Pengalaman ini menjadi pengingat bagi pemerintah untuk memperkuat mitigasi bencana. Akses alat berat perlu ditambah, terutama di wilayah rawan banjir dan longsor. Gajah tidak boleh menjadi solusi jangka panjang, tetapi dapat dimanfaatkan saat kondisi darurat.
Baca juga konten dengan artikel terkait yang membahas tentang lokal
Baca juga artikel menarik lainnya mengenai Temuan Tambang Ilegal di Pulau Sebayur Ancam Habitat Komodo!
