Sule Ditilang Pikap Double Cabin di Jaksel, Dishub Buka Suara

Jakarta, incaberita.co.id – Sule, komedian sekaligus publik figur yang namanya sudah lekat di telinga masyarakat Indonesia, kembali jadi sorotan. Bukan karena lawakannya, melainkan karena urusan di jalan raya. Beberapa waktu lalu, pria bernama asli Entis Sutisna ini diberitakan mendapat surat tilang saat mengemudikan mobil pikap double cabin di kawasan Jakarta Selatan.
Berita itu langsung mengundang reaksi publik. Maklum, segala gerak-gerik selebritas memang kerap jadi perhatian, apalagi jika menyangkut aturan lalu lintas. Pertanyaannya: apa sebenarnya yang terjadi? Apakah tilang ini sekadar pelanggaran biasa, atau ada konteks lebih luas soal aturan kendaraan niaga dan penggunaannya di perkotaan?
Artikel panjang ini akan membahas kasus Sule ditilang, respons Dishub DKI, serta bagaimana insiden ini mencerminkan dinamika lalu lintas ibu kota.
Kronologi Kasus: Dari Jalanan Jaksel ke Pemberitaan Media
Image Source: VOI
Menurut laporan yang beredar, Sule tengah melintas dengan kendaraan pikap double cabin miliknya di kawasan Jakarta Selatan. Polisi lalu menghentikannya karena diduga melanggar aturan lalu lintas terkait kategori kendaraan.
Kendaraan tipe double cabin memang sering jadi “abu-abu” di mata hukum jalan raya. Di satu sisi, bentuknya mirip mobil penumpang dengan kabin yang nyaman. Namun di sisi lain, bak terbuka di belakang membuatnya masuk kategori kendaraan barang. Perbedaan ini penting, karena aturan jam operasional dan jalur untuk kendaraan barang di Jakarta lebih ketat.
Sule mengaku kaget saat diberhentikan. Dalam sebuah wawancara singkat, ia bahkan sempat berseloroh, “Saya pikir mobil ini boleh dipakai ke mana saja, ternyata enggak bebas juga.” Komentar itu memicu diskusi luas di media sosial. Banyak netizen bertanya-tanya: sebenarnya, apakah double cabin boleh dipakai bebas di jalanan Jakarta atau tidak?
Aturan Kendaraan Double Cabin di Jakarta
Untuk memahami kasus ini, kita perlu melihat aturan resmi. Berdasarkan ketentuan Dishub DKI, kendaraan dengan bak terbuka, termasuk pikap dan truk, dilarang melintas di jalan protokol dan ruas tertentu pada jam-jam sibuk. Aturan ini dibuat demi mengurangi kemacetan dan menjaga keselamatan lalu lintas.
Namun, kendaraan double cabin sering kali berada di area abu-abu. Secara fisik, ia bisa digunakan layaknya mobil penumpang. Bahkan banyak orang menjadikannya kendaraan pribadi, bukan niaga. Tetapi, dari sisi administrasi, sebagian besar double cabin tercatat sebagai kendaraan barang. Itulah mengapa aparat lalu lintas bisa menilang pengendara yang menggunakannya tidak sesuai aturan.
Contoh sederhananya: seorang pengusaha di Jakarta pernah mengeluhkan hal serupa. Ia membeli double cabin untuk keperluan keluarga, tapi mobilnya tetap dianggap sebagai kendaraan barang sehingga tidak boleh melintas di beberapa ruas jalan tol tertentu pada jam tertentu. Kasus Sule ini seakan mengulang polemik yang sama, hanya saja kali ini lebih ramai karena melibatkan figur publik.
Suara Dishub DKI: Klarifikasi Resmi
Tak butuh waktu lama, pihak Dinas Perhubungan DKI Jakarta buka suara. Dalam pernyataan resminya, Dishub menegaskan bahwa tilang terhadap Sule bukan karena faktor siapa pengemudinya, tetapi murni karena jenis kendaraan yang ia gunakan.
Menurut pejabat Dishub, kendaraan double cabin terdaftar sebagai kendaraan barang. Karena itu, ada pembatasan jam operasi. Mobil jenis ini tidak boleh sembarangan masuk ke jalan-jalan tertentu di Jakarta, apalagi saat jam sibuk. Aturan ini bukan baru, melainkan sudah berlaku lama.
“Perlu ditegaskan, aturan ini bukan diskriminatif. Semua kendaraan yang masuk kategori barang dikenai aturan yang sama, tidak peduli siapa pengendaranya,” ujar seorang juru bicara Dishub DKI.
Pernyataan itu sekaligus menjawab kebingungan publik. Artinya, masalah ada pada regulasi teknis kendaraan, bukan semata-mata tindakan aparat yang “asal tilang”.
Reaksi Publik: Antara Kritik dan Dukungan
Kasus Sule ditilang langsung jadi bahan perbincangan hangat di dunia maya. Ada yang mendukung, ada juga yang mengkritik.
a. Dukungan
Sebagian netizen menganggap tilang itu wajar. Mereka menilai aturan lalu lintas harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk kepada selebritas. “Bagus, biar ada efek jera. Jalanan Jakarta memang sudah terlalu padat,” tulis seorang pengguna Twitter.
b. Kritik
Namun, tak sedikit juga yang mengkritik aturan. Menurut mereka, double cabin seharusnya diperlakukan berbeda dari truk atau pikap biasa karena bentuk dan fungsinya sering kali lebih dekat dengan mobil penumpang. “Kalau mobil mewah double cabin tidak boleh lewat, lalu apa bedanya dengan SUV besar?” kata seorang warganet.
c. Humor Publik
Tentu saja, karena kasus ini melibatkan komedian, komentar humor pun bermunculan. Ada yang berseloroh, “Sule ditilang, mungkin polisi cuma pengen foto bareng.” Ada pula yang membuat meme membandingkan tilang Sule dengan sketsa lawakannya di TV.
Dimensi Lain: Transportasi, Regulasi, dan Identitas Kota
Kasus ini sebenarnya membuka percakapan lebih luas soal sistem transportasi Jakarta. Dengan populasi yang terus bertambah, ibu kota memang butuh aturan ketat untuk kendaraan. Pembatasan truk, pikap, dan kendaraan barang di jam tertentu adalah salah satu cara mengurangi kemacetan.
Namun, kasus double cabin menunjukkan bahwa regulasi kadang ketinggalan dari tren masyarakat. Semakin banyak orang kota yang membeli double cabin bukan untuk niaga, melainkan gaya hidup atau mobil keluarga. Maka, kategorisasi administratif yang menyamakan double cabin dengan truk barang menjadi bahan perdebatan.
Seorang pengamat transportasi pernah mengatakan, “Kasus Sule hanyalah puncak gunung es. Di baliknya ada ribuan pengguna double cabin yang menghadapi masalah serupa. Sudah waktunya regulasi menyesuaikan dengan realitas lapangan.”
Masa Depan Aturan Kendaraan di Jakarta
Insiden ini bisa menjadi momentum untuk meninjau ulang aturan kendaraan di ibu kota. Ada beberapa hal yang mungkin perlu dipertimbangkan:
-
Reklasifikasi Double Cabin
Apakah kendaraan ini harus tetap dianggap barang, atau bisa diberi status khusus? -
Pendekatan Teknologi
Dengan sistem e-tilang dan plat nomor cerdas, pembatasan kendaraan bisa lebih fleksibel. Misalnya, hanya kendaraan dengan muatan yang dilarang, sementara kendaraan kosong untuk pribadi tetap boleh lewat. -
Sosialisasi Publik
Banyak pengendara tidak paham aturan detail. Sosialisasi lebih masif bisa mencegah kasus serupa.
Kesimpulan: Pelajaran dari Kasus Sule Ditilang
Kasus Sule ditilang di Jakarta Selatan adalah potret kecil dari kompleksitas transportasi ibu kota. Di satu sisi, aparat benar menegakkan aturan. Di sisi lain, masyarakat butuh kejelasan soal posisi kendaraan double cabin.
Respon Dishub DKI yang cepat menjelaskan duduk perkara patut diapresiasi. Namun, diskusi ini belum selesai. Masih ada pertanyaan besar soal bagaimana aturan bisa lebih adaptif terhadap perkembangan kendaraan dan gaya hidup masyarakat.
Bagi Sule, mungkin tilang ini hanya episode singkat dalam perjalanan panjang kariernya. Namun bagi publik, kasus ini menjadi bahan refleksi tentang pentingnya kepatuhan aturan sekaligus perlunya regulasi yang relevan dengan zaman.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel Dari: Cegah Keracunan Terulang, MBG Diusulkan Dikelola oleh Sekolah