September 22, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Usut Korupsi DPR: Dana CSR Bank Indonesia Mengalir Triliunan

KPK Usut Usut Korupsi DPR, Ahmad Saroni Menjawab "Sudah Izin Kepada Ketum Ketum Partai?"

Jakarta, incaberita.co.id – Bayangkan seminar di ruang rapat Usut Korupsi DPR, suasana formal penuh anggaran besar, lalu tiba‑tiba muncul kabar mengejutkan: dana CSR BI yang seharusnya untuk rakyat, tiba‑tiba mengalir masuk ke kantong anggota dewan. Seolah cerita fiktif yang jijik, tapi ini nyata.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeruak malam hari pada Januari 2025 bahwa dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia masuk ke Komisi XI DPR—komisi yang membidangi anggaran sosial dan moneter. “Triliunan,” kata Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, dengan nada setengah bercanda takut angka pasti salah, sementara timeline pilpres masih terngiang. Semua berawal dari kesaksian Satori, anggota Komisi XI, bahwa seluruh koleganya bahkan menerima dana CSR itu, ditampung lewat yayasan.

Kalau dana sosial untuk masyarakat bisa meluncur langsung ke parlemen lewat yayasan milik anggota, itu bukan hanya penyimpangan—tapi tragedi tata kelola demokrasi.

Dua Nama di Pusaran – Satori dan Heri Gunawan Ditetapkan Tersangka

Image Source: JPNN.com

Hampir setahun KPK menyelidiki. Hingga akhirnya, pada 7 Agustus 2025, dua anggota DPR, yakni Satori (NasDem) dan Heri Gunawan (Gerindra), resmi ditetapkan sebagai tersangka. Alasan? Dugaan korupsi aliran dana CSR dari BI dan OJK, serta TPPU untuk menyamarkan aliran. Nilai total mencapai Rp 28,38 miliar—dijatah masing‑masing Rp 12,52 miliar untuk Satori, dan Rp 15,86 miliar untuk Heri.

Dana itu diselewengkan lewat yayasan milik mereka, dipakai untuk perusahaan pribadi, pembelian aset, hingga rekayasa perbankan agar transaksi tak terendus. Heri bahkan membangun rumah makan, outlet minuman, membeli tanah dan mobil. Sementara Satori membeli tanah, showroom, motor, dan menyembunyikan pencairan deposito lewat bank daerah.

Modusnya bukan sekadar ambil duit, tapi sistematis: melalui Panja Komisi XI yang mengatur aliran anggaran dari BI dan OJK. Semua proposal disalurkan lewat yayasan mereka, dengan alibi pembangunan sosial di daerah pemilihan—padahal realitasnya jauh dari itu.

Dana CSR ke DPR – Suap Terselubung & Krisis Institusional

Bukan hanya soal korupsi pribadi dua politisi. Ini menyeret banyak tanya serius: mengapa BI menyalurkan CSR ke anggota DPR Komisi XI? Bukankah itu potensi konflik kepentingan?

Menurut pengamat Anthony Budiawan, ini masuk kategori suap dan merusak independensi BI sebagai lembaga pengendali moneter. BI dilarang politis, tapi sini tampak jelas intervensi politik lewat dana sosial di luar mandatnya.

Padahal, secara aturan, BI tidak punya kewenangan melakukan program sosial. Fokusnya hanya moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas rupiah. Ini adalah penyelewengan kelembagaan pada level tinggi, yang berpotensi melemahkan fungsi legislatif sebagai pengawas.

Penelusuran KPK juga telah merambah ruang kerja Gubernur BI dan beberapa pejabat OJK, sementara pihak BI menegaskan akan mendukung penyelidikan. Tapi publik tetap menanti jawaban: bagaimana bisa aliran dana CSR masuk ke yayasan anggota DPR, bukan langsung ke masyarakat?

Fakta Ahir – Apa Kata KPK, DPR, dan Publik?

KPK menegakkan penyidikan dengan serius. Dua alat bukti cukup kini menjebloskan Heri dan Satori ke status tersangka. Proses TPPU juga berjalan.

Masyarakat—bahkan beberapa politikus—bereaksi keras, menuntut transparansi, akuntabilitas, dan tuntutan hukum atas penyalahgunaan dana rakyat. Media juga menyebut ini sebagai babak baru korupsi elit penyedot dana sosial.

DPR, untuk saat ini, masih terdiam. Tidak banyak sikap resmi publik kecuali pernyataan netral. Publik berharap semoga KPK terus menggali tuntas, termasuk keterlibatan pihak lain seperti Bappenas, Kemkeu, atau lembaga mitra kerja lainnya.

Kesimpulan: Usut Korupsi DPR – Kenapa Ini Penting?

  • Dana CSR BI & OJK bukan dana politik, tapi diselewengkan untuk kepentingan individu.

  • Komisi XI DPR jadi pintu masuk aliran dana CSR, berbalik menyentuh kantong pribadi.

  • Modus lewat yayasan, reconstructing deposit, dan aset pribadi menunjukkan kecanggihan pencucian uang.

  • Kasus ini bukan hanya masalah korupsi klasik, melainkan indikasi krisis sistem checks and balances lembaga publik.

Sekarang, tergantung bagaimana penegakan supremasi hukum berjalan. Jika kicker selanjutnya melibatkan lebih banyak nama, transparansi publik, dan reformasi legislatif, kasus ini bisa jadi titik balik reformasi nyata. Tapi jika hanya dua nama jadi kambing hitam, publik akan terus curiga sistem masih menjagadi elit.

Pada akhirnya, pertanyaannya bukan sekadar “Usut Korupsi DPR?”, tapi seberapa jauh kita bisa memastikan dana sosial memang kembali ke rakyat – bukan hanya untuk ‘ Sosialisasi di Dapil’, tapi untuk sekolah, untuk desa, dan untuk perubahan nyata.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal

Baca Juga Artikel Dari: BPJS Kesehatan Naik: Respons Prabowo dan Implikasinya bagi Rakyat

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved