September 22, 2025

INCA BERITA

Berita Terkini Seputar Peristiwa Penting di Indonesia dan Dunia

Target Penerimaan Pajak 2026 Naik 12,8%: Ekonomi Hitam 2026

Sri Mulyani Bocorkan Cara Naikan Ekonomi Hingga 5.4%, Ekonomi Hitam 2026

Jakarta, incaberita.co.id – Setiap kali pemerintah mengumumkan target penerimaan pajak, publik biasanya hanya menatap angka. Tapi kali ini berbeda. Angka yang diumumkan untuk tahun 2026 bukan sekadar statistik. Rp 2.692 triliun—ya, sebuah angka yang bikin kening berkerut sekaligus penuh tanda tanya. Bagaimana tidak? Target itu naik 12,8% dari tahun sebelumnya.

Di balik kabar ambisius ini, terselip isu lain yang tak kalah penting: ekonomi hitam 2026. Istilah yang jarang dibicarakan di warung kopi, tapi diam-diam menjadi bayang-bayang besar di atas target penerimaan pajak. Ekonomi hitam, atau shadow economy, adalah aktivitas ekonomi yang tidak tercatat, tak dilaporkan, dan tentu saja tak dikenai pajak.

Di Indonesia, ekonomi hitam bukan barang baru. Dari pedagang tanpa NPWP hingga transaksi ilegal, semuanya berkumpul dalam satu lingkaran yang menggerogoti penerimaan negara. Nah, pertanyaan yang muncul: apakah target Rp 2.692 triliun itu realistis jika ekonomi hitam masih subur di 2026?

Target Ambisius Rp 2.692 Triliun

Ekonomi Hitam 2026

Image Source: Tribunnews.com

Mari kita tarik napas sejenak. Tahun 2026, Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak naik 12,8% menjadi Rp 2.692 triliun. Angka ini bukan sekadar penjumlahan biasa. Ia disusun dengan perhitungan cermat berdasarkan tren pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga komoditas, dan tentu saja proyeksi konsumsi masyarakat.

Target tersebut mencerminkan optimisme pemerintah bahwa ekonomi nasional tetap tumbuh, bahkan setelah melewati berbagai badai global. Inflasi global, suku bunga Amerika Serikat yang fluktuatif, hingga harga minyak dunia yang sulit ditebak, semuanya masuk daftar pertimbangan. Namun, keyakinan tetap diletakkan pada konsumsi domestik dan investasi yang diprediksi lebih stabil.

Sumber penerimaan pajak terbesar diperkirakan berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), diikuti Pajak Penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. Bahkan sektor digital dan e-commerce, yang selama ini menjadi lahan subur tapi sulit dijangkau, mulai menjadi bidikan utama. Pemerintah ingin menutup celah, mengejar potensi pajak yang selama ini lolos dari radar.

Namun, di balik ambisi tersebut, ada satu hantu yang selalu muncul: kebocoran pajak akibat ekonomi hitam. Dan hantu ini tidak main-main ukurannya.

Ekonomi Hitam 2026, Musuh dalam Selimut

Ekonomi hitam bisa digambarkan seperti arus bawah laut: tak terlihat di permukaan, tapi kuat menggerakkan. Pada 2026, diperkirakan porsi ekonomi hitam Indonesia masih signifikan. Beberapa studi independen menyebutkan bahwa ekonomi hitam bisa mencapai 18–20% dari total PDB.

Bayangkan saja, dengan PDB Indonesia yang diprediksi mendekati Rp 23.000 triliun di 2026, berarti ada hampir Rp 4.000 triliun perputaran uang yang tidak masuk radar pajak. Angka ini bahkan lebih besar dari target penerimaan pajak itu sendiri.

Contoh ekonomi hitam di sekitar kita sebenarnya mudah ditemukan:

  • Pedagang pasar tradisional yang tidak memiliki NPWP dan tidak melaporkan omzet.

  • Usaha jasa online yang transaksinya hanya melalui rekening pribadi.

  • Industri rokok ilegal yang beroperasi di daerah-daerah pelosok.

  • Transaksi gelap seperti narkoba, perjudian ilegal, hingga penyelundupan barang.

Ada kisah menarik dari seorang mantan auditor pajak di Jawa Tengah. Ia bercerita tentang sebuah pabrik kecil yang memproduksi minuman energi ilegal. Pabrik itu berjalan bertahun-tahun tanpa membayar pajak, bahkan tanpa izin resmi. Omzetnya miliaran per bulan, tapi di mata negara, pabrik itu “tidak pernah ada.” Fenomena semacam inilah yang membuat ekonomi hitam semakin sulit diberantas.

Di 2026, dengan berkembangnya teknologi digital dan sistem pembayaran online, celah ekonomi hitam justru bisa melebar. Transaksi peer-to-peer tanpa bank, penggunaan aset kripto, hingga aktivitas e-commerce lintas negara menambah kompleksitas masalah.

Pajak dan Tantangan Digitalisasi

Salah satu kunci pemerintah dalam mengejar target Rp 2.692 triliun adalah digitalisasi pajak. Aplikasi e-filing, e-bupot, hingga core tax system dirancang untuk menutup celah penghindaran pajak. Namun, di era serba digital, tantangan justru bertambah.

Ekonomi hitam kini bukan hanya soal transaksi tunai di pasar gelap. Ia merambah dunia maya. Misalnya, seorang konten kreator dengan jutaan penonton di luar negeri, tetapi penghasilannya ditransfer langsung ke rekening luar negeri. Bagaimana pemerintah bisa menarik pajak dari aktivitas itu jika tidak ada laporan resmi?

Begitu juga dengan maraknya UMKM digital di platform media sosial. Banyak yang berjualan lewat live shopping, pembayaran langsung ke rekening pribadi, tanpa tercatat dalam sistem resmi. Jika dibiarkan, sektor ini bisa menjadi “ekonomi hitam modern.”

Di sinilah pemerintah harus lebih adaptif. Pajak digital tidak bisa lagi hanya mengandalkan regulasi lama. Perlu pendekatan baru, kolaborasi dengan platform, hingga kerja sama internasional.

Masyarakat dalam Pusaran Pajak dan Ekonomi Hitam

Kita sering berpikir bahwa pajak hanya urusan negara dan pengusaha besar. Padahal, masyarakat juga punya peran penting. Tanpa sadar, banyak warga biasa yang menjadi bagian dari ekonomi hitam. Misalnya, membeli rokok tanpa cukai, atau menyewa jasa tanpa meminta bukti pembayaran pajak.

Seorang pedagang kecil di Bekasi pernah berkata, “Kalau saya lapor pajak, habis modal saya.” Pernyataan sederhana ini mencerminkan dilema banyak UMKM. Mereka ingin berkembang, tapi beban pajak dianggap sebagai penghalang. Akhirnya, banyak yang memilih berada di zona abu-abu.

Di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang mulai sadar pentingnya membayar pajak. Generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z, cenderung lebih terbuka dengan sistem digital. Mereka lebih mudah menerima aplikasi perpajakan dan mulai melihat pajak sebagai bagian dari kontribusi sosial. Namun, jumlahnya belum sebanding dengan besarnya potensi ekonomi hitam.

Pemerintah perlu menumbuhkan kesadaran kolektif. Pajak tidak bisa hanya menjadi kewajiban, tetapi juga identitas sebagai warga negara. Jika kesadaran ini tumbuh, ekonomi hitam perlahan akan tergerus.

Apakah Target 2026 Realistis?

Pertanyaan besar tetap sama: apakah target Rp 2.692 triliun realistis? Dari satu sisi, optimisme pemerintah punya dasar. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil di kisaran 5%, inflasi relatif terkendali, dan sektor digital berkembang pesat.

Namun, bayang-bayang ekonomi hitam 2026 tetap menjadi ancaman. Tanpa langkah konkret, kebocoran pajak bisa terus terjadi. Pemerintah perlu:

  1. Memperkuat pengawasan pajak digital.

  2. Memberdayakan UMKM agar berani masuk sistem resmi.

  3. Menggencarkan edukasi pajak di level masyarakat.

  4. Menindak tegas pelaku ekonomi ilegal seperti penyelundup dan pengusaha tanpa izin.

Realistis atau tidak, target ini adalah sinyal kuat. Pemerintah tidak ingin hanya bertahan, tetapi juga menekan angka defisit, membiayai pembangunan, dan menjaga stabilitas fiskal.

Penutup: Antara Harapan dan Bayang-Bayang

Target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp 2.692 triliun adalah tonggak penting dalam perjalanan ekonomi Indonesia. Ia mencerminkan keyakinan bahwa negeri ini mampu bangkit, meski dihantam ketidakpastian global.

Namun, di balik target itu, ada ekonomi hitam 2026 yang mengintai. Sebuah dunia paralel yang berjalan di luar radar negara, menggerus potensi pajak, dan menguji strategi fiskal pemerintah.

Pertarungan melawan ekonomi hitam tidak bisa diselesaikan hanya dengan angka atau regulasi. Ia membutuhkan perubahan mentalitas, keberanian untuk jujur, dan kesadaran kolektif masyarakat. Jika tidak, target Rp 2.692 triliun bisa menjadi sekadar angka di atas kertas.

Seperti kata seorang ekonom senior, “Pajak adalah cermin bangsa. Jika ekonomi hitam lebih kuat dari ekonomi resmi, berarti kita belum sepenuhnya berdaulat.”

Dan itu, tentu, bukan cerita yang ingin kita dengar di tahun 2026.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal

Baca Juga Artikel Dari: Larangan Vape di Singapura di Perketat, Hukuman Setara Narkoba

Author

Copyright @ 2025 Incaberita. All right reserved