Suasana Demo Pati di Tengah Ketegangan Pajak: Warga Bersatu

Pati, incaberita.co.id – Selasa, 12 Agustus 2025, Suasana Demo Pati terasa berbeda. Alun-alun kota—biasanya ramai dengan pedagang dan keluarga yang bersantai—mendadak menjadi pusat persiapan aksi. Ratusan orang mulai berkumpul, bukan untuk festival atau acara budaya, melainkan untuk persiapan unjuk rasa menentang rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang kabarnya melonjak hingga 250 persen.
Bagi banyak warga, angka ini bukan sekadar statistik. Ia berarti beban ekonomi yang kian menghimpit, terutama bagi petani, pelaku UMKM, dan pemilik rumah sederhana. Tak heran, suasana Pati menjelang tanggal 13 Agustus diwarnai kegelisahan sekaligus semangat yang membara.
Protes Sebelum Demo—Logistik, Donasi, dan Tensi yang Meningkat
Image Source: Kompas Regional
Persiapan aksi sudah dimulai jauh hari. Di depan Kantor Bupati, berdiri tenda kecil yang menjadi posko pengumpulan donasi. Ada tumpukan air mineral, dus mie instan, rokok, minyak goreng, dan bahkan beberapa kursi lipat untuk relawan. Semua disumbangkan warga sebagai bentuk dukungan moral dan material.
Namun, drama terjadi ketika pihak Satpol PP menyita logistik tersebut. Kejadian ini memicu amarah warga. Mereka menuntut pengembalian barang-barang bantuan, menganggap tindakan itu sebagai bentuk pembungkaman aspirasi. Setelah desakan kuat, logistik akhirnya dikembalikan. Peristiwa ini justru membuat semangat warga semakin menyala.
Santri Ikut Turun—Warna Baru dalam Gelombang Protes
Unjuk rasa kali ini berbeda dari biasanya. Bukan hanya warga umum, para santri dari berbagai pondok pesantren di Pati ikut turun ke jalan. Setidaknya 1.500 santri telah memastikan hadir, dan targetnya adalah 5.000 orang. Mereka akan datang dengan identitas khas—sarung dan baju putih—sebagai simbol moralitas dan kesederhanaan.
Bagi sebagian warga, kehadiran santri ini memberi dimensi baru pada protes. Ini bukan sekadar gerakan ekonomi atau politik, tapi juga gerakan moral yang mengedepankan nilai keadilan dan kepedulian terhadap rakyat kecil.
Atmosfer Media Sosial dan Reaksi Pemerintah
Media sosial menjadi arena panas. Video Bupati yang menantang warga untuk mengerahkan massa hingga puluhan ribu orang beredar luas. Alih-alih membuat warga ciut, tantangan itu malah dianggap sebagai pemicu semangat untuk membuktikan kekompakan.
Meski pemerintah daerah sudah mengumumkan pembatalan kenaikan PBB-P2, warga tetap bersikeras menggelar aksi. Alasannya sederhana: ini bukan lagi sekadar soal kebijakan, tapi juga soal harga diri dan akuntabilitas pemimpin di hadapan rakyatnya.
Udara Ketegangan Mengental Jelang Demo
Sore hari di tanggal 12 Agustus, suasana Pati seperti menahan napas. Spanduk protes berkibar di beberapa titik kota, bertuliskan pesan singkat namun tegas: “Tolak 250% PBB-P2.”
Di Alun-alun, kelompok kecil warga duduk melingkar, membicarakan rute demo besok. Mahasiswa memegang megafon, aktivis membawa banner besar, dan beberapa ibu rumah tangga terlihat mempersiapkan makanan ringan untuk bekal di lapangan. Semua elemen masyarakat tampak berperan, menciptakan rasa kebersamaan yang jarang terlihat di hari-hari biasa.
Spontanitas, Kesadaran Publik, dan Solidaritas yang Tak Terduga
Yang paling menyentuh adalah cerita-cerita kecil di balik persiapan aksi. Seorang pedagang kaki lima menyerahkan separuh penghasilannya hari itu untuk membeli air mineral bagi peserta demo. Seorang relawan medis dari desa sebelah datang membawa peralatan P3K lengkap, siap jika terjadi insiden.
Bahkan sopir truk yang kebetulan melintas rela menghentikan perjalanan untuk membantu mengangkut perlengkapan ke titik kumpul. Solidaritas seperti ini memperlihatkan bahwa perjuangan warga Pati bukan hanya soal menolak pajak, tapi juga menjaga martabat bersama.
Mengintip Esok Hari—Apa yang Bisa Terjadi?
Tanggal 13 Agustus disebut-sebut akan menjadi puncak aksi dengan estimasi massa antara 5.000 hingga 15.000 orang. Ada beberapa skenario yang diprediksi:
-
Aksi damai – Warga menyampaikan aspirasi di depan Kantor Bupati tanpa insiden.
-
Dialog terbuka – Pemerintah membuka pintu negosiasi langsung di lapangan.
-
Ketegangan kecil – Jika aparat terlalu represif, potensi gesekan bisa terjadi.
Banyak warga berharap skenario pertama yang terjadi, karena tujuan utama mereka adalah menyampaikan suara, bukan menciptakan kekacauan.
Koneksi Lokal yang Menjadi Gerakan Nasional
Bagi sebagian orang, demo di Pati hanyalah peristiwa lokal. Namun, bagi mereka yang mengikuti dinamika sosial di Indonesia, ini adalah cermin dari keresahan yang lebih besar. Kenaikan pajak, harga kebutuhan pokok yang merangkak naik, dan jarak komunikasi antara pemerintah dan rakyat menjadi isu yang bisa terjadi di daerah mana pun.
Pati kini menjadi contoh bahwa warga biasa, santri, pedagang, dan mahasiswa bisa bersatu untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Apapun hasilnya nanti, 12-13 Agustus 2025 akan tercatat sebagai momen penting dalam sejarah partisipasi publik di kota ini.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel Dari: Gempa Turki 6.1 SR: Getaran Pagi Buta Mengguncang Warga