Eks CEO Andre Soelistyo: Apa Kasus Laptop Kemdikbud?

Jakarta, incaberita.co.id – Nama Eks CEO Andre Soelistyo pernah melambung tinggi sebagai sosok di balik kesuksesan merger Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo Group, salah satu startup terbesar di Asia Tenggara. Ia dikenal kalem, berstrategi tajam, dan dihormati di kalangan investor digital global.
Namun pekan kedua Juli 2025, publik dikejutkan oleh kabar bahwa Andre dipanggil oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Bukan dalam konteks bisnis, melainkan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud).
Pemanggilan ini menciptakan riak besar. Tidak hanya di media arus utama, tetapi juga di grup WA para pelaku industri teknologi. Pertanyaannya satu: apa hubungan seorang eks CEO unicorn digital dengan pengadaan laptop pemerintah?
Kabar ini bukan sekadar kejutan, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang keterlibatan sektor swasta dalam proyek pemerintah, transparansi, dan batas abu-abu antara kolaborasi dan konflik kepentingan.
Latar Belakang Kasus Laptop Kemdikbud yang Jadi Sorotan
Image Source: detikFinance
Sebelum masuk ke keterlibatan Andre Soelistyo, mari kita tarik dulu benang merah dari kasus yang sedang diusut Kejagung.
Kasus ini bermula dari program digitalisasi sekolah yang dicanangkan oleh Kemdikbud pada tahun anggaran 2021–2022. Lewat program tersebut, pemerintah menganggarkan triliunan rupiah untuk pengadaan laptop dan perangkat TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bagi ribuan sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia.
Namun belakangan, laporan dari BPK dan investigasi dari berbagai lembaga menyebutkan adanya sejumlah kejanggalan:
-
Harga pengadaan jauh lebih tinggi dari harga pasar
-
Spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan kontrak
-
Keterlibatan pihak ketiga yang tidak jelas rekam jejaknya
-
Indikasi markup dan “permainan” dalam distribusi
Beberapa media menyebut bahwa proyek ini terafiliasi dengan sejumlah vendor yang terkait dengan ekosistem startup dan teknologi besar di Indonesia. Dari sinilah nama Andre Soelistyo disebut—bukan sebagai tersangka, tapi sebagai saksi yang perlu dimintai keterangan.
Apa Peran Andre Soelistyo? Pemeriksaan, Dugaan, dan Klarifikasi
Pada 10 Juli 2025, Kejagung memanggil Andre Soelistyo untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan berlangsung selama hampir tujuh jam, dengan fokus pada hubungannya dengan salah satu penyedia perangkat laptop dalam proyek tersebut.
Menurut sumber internal Kejagung yang dikutip oleh beberapa media, perusahaan yang diduga terlibat dalam pengadaan—sebut saja PT XYZ—merupakan bagian dari portofolio investasi ekosistem digital tempat Andre dulu pernah duduk sebagai board advisor.
Penting dicatat: hingga artikel ini ditulis, Andre Soelistyo belum ditetapkan sebagai tersangka. Ia diperiksa untuk memberi informasi tambahan terkait proses investasi, jalur distribusi, serta struktur kepemilikan perusahaan terkait.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh kuasa hukum Andre, disebutkan bahwa:
“Klien kami hadir memenuhi panggilan hukum dan memberikan keterangan secara kooperatif. Andre tidak memiliki keterlibatan dalam keputusan operasional atau kebijakan proyek pengadaan tersebut.”
Pernyataan itu juga menegaskan bahwa Andre sudah tidak memiliki jabatan strategis di perusahaan terkait sejak tahun 2022, dan seluruh keputusan bisnis diambil oleh tim manajemen yang independen.
Meski begitu, pemeriksaan ini tetap menjadi sorotan karena menyentuh nama besar yang selama ini identik dengan prestasi digital dan kehormatan profesional.
Implikasi untuk Dunia Startup dan Reputasi GoTo
Di luar aspek hukum, kasus ini menimbulkan pertanyaan penting bagi industri digital Indonesia: seberapa besar risiko reputasi bagi pelaku startup ketika terlibat (secara langsung atau tidak langsung) dalam proyek pemerintah?
1. Efek Domino pada Kepercayaan Investor
Bagi perusahaan digital, reputasi adalah aset yang sangat rentan. Keterlibatan tokoh seperti Andre dalam kasus yang diawasi publik bisa memicu kekhawatiran investor, terutama jika menyangkut integritas dan governance.
Meski Andre sudah tidak aktif di GoTo sejak akhir 2023, nama besarnya masih melekat sebagai simbol masa awal pertumbuhan perusahaan. Investor global yang konservatif cenderung sensitif terhadap isu seperti ini.
2. Tantangan Tata Kelola Ekosistem Digital
Kasus ini membuka kembali wacana soal pentingnya transparansi ketika perusahaan teknologi bekerja sama dengan pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, memang terjadi banyak kemitraan publik-swasta—termasuk dalam logistik, edutech, hingga infrastruktur cloud.
Namun tanpa pengawasan ketat dan etika yang jelas, kerjasama semacam itu bisa disalahartikan sebagai konflik kepentingan. Terlebih jika salah satu pihak memiliki kedekatan politik atau pengaruh finansial yang besar.
3. Opini Publik yang Terbelah
Di media sosial, respons masyarakat cukup beragam. Ada yang membela Andre sebagai “korban situasi”, ada juga yang menuntut penyelidikan menyeluruh tanpa memandang status.
Beberapa bahkan mengkritik media karena terlalu cepat menyudutkan nama tertentu tanpa menunggu proses hukum selesai.
Dalam situasi seperti ini, komunikasi terbuka dari pihak terkait menjadi kunci menjaga kepercayaan publik.
Arah Penyidikan dan Harapan Akan Transparansi Digital
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses penyidikan kasus pengadaan laptop Kemdikbud masih berjalan dan bersifat terbuka terhadap semua pihak yang diduga terlibat, baik dari unsur birokrasi maupun swasta.
Poin-poin Penting yang Masih Ditunggu Publik:
-
Siapa saja rekanan vendor yang mendapat proyek pengadaan?
-
Adakah koneksi politis atau afiliasi bisnis yang melibatkan elite ekonomi?
-
Bagaimana mekanisme pengawasan internal di kementerian berjalan saat proyek berjalan?
-
Apakah ini akan membuka kasus lain serupa di sektor digitalisasi pendidikan?
Kasus ini menjadi ujian penting bagi Kejagung dalam menegakkan keadilan di era digital, sekaligus mengirim sinyal ke sektor swasta agar menjaga etika bisnis bahkan saat proyek bernilai besar terbuka lebar.
Refleksi Besar dari Kasus Ini:
Mungkin sekarang saatnya industri teknologi Indonesia berbenah dalam hal governance dan transparansi. Kolaborasi dengan pemerintah tak bisa lagi hanya mengandalkan nama besar dan koneksi, tapi harus dibangun di atas fondasi keterbukaan dan akuntabilitas.
Dan bagi publik, kasus ini jadi momentum penting untuk ikut mengawasi proses transformasi digital negara. Bahwa teknologi bukan hanya soal inovasi, tapi juga soal integritas.
Penutup: Sebuah Nama, Sebuah Pertanyaan, dan Sebuah Momentum
Kasus ini belum selesai. Andre Soelistyo belum ditetapkan bersalah, dan hukum bekerja berdasarkan fakta, bukan persepsi. Namun kehadiran nama besar seperti dia di tengah pusaran penyidikan tentu memunculkan pertanyaan yang pantas ditelusuri.
Bagi industri digital, ini adalah alarm bahwa reputasi bisa terancam bukan karena produk gagal, tapi karena afiliasi yang tak transparan.
Dan bagi publik, ini adalah pelajaran bahwa setiap laptop yang masuk ke sekolah harus diawasi sama ketatnya seperti pengadaan satelit atau jalan tol—karena setiap rupiah adalah uang rakyat.
Bagaimanapun akhir dari kasus ini, yang jelas: transparansi adalah teknologi terbaik yang bisa kita terapkan saat ini. Tanpa harus bayar langganan.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal
Baca Juga Artikel dari: Balon Terbang Jadi Masalah, Bupati Batang Hari Tahan Ribuan SK PPPK Akibat Ngambek!