Warren Buffett Resmi Mundur dari Berkshire Hathaway: Akhir Era

Suasana pagi di Omaha, Nebraska, terasa berbeda pada awal Mei 2025. Bukan hanya karena kota itu tengah menjadi tuan rumah rapat pemegang saham Berkshire Hathaway, tapi karena ada satu kabar yang langsung mengguncang seluruh dunia keuangan: Warren Buffett resmi menyatakan dirinya akan mundur dari jabatannya sebagai CEO di akhir tahun ini.
Bayangkan suasana seperti pertunjukan terakhir The Beatles—emosional, historis, dan tak tergantikan. Pria berusia 94 tahun itu berdiri dengan tenang, senyum khasnya tetap menghiasi wajah, namun kali ini, dengan sedikit nada perpisahan.
“Segalanya ada waktunya,” ucap Buffett di depan para pemegang saham yang selama ini nyaris menyembah setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. “Saya tidak pensiun dari cara berpikir saya, hanya dari jabatan formal saya.”
Di kalangan investor, kata-kata Buffett bukan sekadar ucapan—itu semacam ayat. Dan kali ini, ayatnya membawa pesan paling besar dalam sejarah Berkshire: transisi kepemimpinan setelah hampir enam dekade.
Dari Anak Koran ke Raja Pasar Saham
Image Source: Kompas.com
Untuk memahami mengapa kabar ini begitu monumental, kita harus mundur jauh ke belakang. Lahir pada 1930 di Omaha, Warren Edward Buffett bukan anak dari dinasti finansial. Ayahnya memang anggota Kongres AS, tapi Buffett kecil lebih tertarik menjual koran dan permen ketimbang politik.
Di usia 11, dia membeli saham pertamanya. Dan saat banyak remaja seusianya sibuk dengan radio dan mobil, Buffett membaca buku investasi dari perpustakaan kota. Ia tumbuh bersama filosofi Benjamin Graham—value investing—yang kelak menjadi pondasi utama gaya investasinya.
Pada tahun 1965, Buffett mengambil alih sebuah perusahaan tekstil bernama Berkshire Hathaway. Siapa sangka, dari bangunan tua yang hampir bangkrut itu, lahirlah konglomerat raksasa yang kini memiliki saham di Apple, Coca-Cola, American Express, dan ratusan bisnis lain.
Bukan cuma kaya. Buffett membangun kepercayaan. Reputasi bersihnya seperti unicorn di dunia Wall Street yang penuh godaan. Ia hidup sederhana, tinggal di rumah yang sama sejak 1958, dan makan di Dairy Queen (yang, FYI, juga salah satu investasinya).
The Next Warren—Siapa Greg Abel?
“Greg will be the guy,” kata Buffett di sebuah wawancara beberapa tahun lalu. Dan benar saja—Greg Abel akhirnya diumumkan sebagai penerus resmi kursi CEO.
Buat sebagian orang, nama Greg Abel mungkin masih asing. Tapi bagi internal Berkshire, ia adalah pemain kunci di balik layar selama dua dekade terakhir. Latar belakangnya bukan dari Ivy League, tapi dari Kanada. Ia menjalankan bisnis energi Berkshire dan menunjukkan performa luar biasa.
Greg dikenal sebagai pendengar yang baik, manajer tangguh, dan pekerja senyap tanpa drama. Gaya kepemimpinannya berbeda dari Buffett, tapi justru itu yang membuatnya ideal: bukan meniru, tapi melanjutkan warisan.
Menariknya, Warren Buffett sendiri mengatakan bahwa masa depan Berkshire tidak bergantung pada satu orang. Perusahaan ini telah dirancang untuk bekerja secara terdesentralisasi, di mana masing-masing unit usaha berjalan mandiri namun tetap dalam prinsip nilai yang sama.
Apa Arti Pengunduran Diri Ini bagi Dunia?
Ketika orang kaya biasa pensiun, itu jadi berita. Tapi ketika Warren Buffett pensiun? Itu jadi babak sejarah.
Pasar saham langsung bereaksi, meskipun tidak panik. Banyak investor institusional sudah mempersiapkan skenario ini sejak beberapa tahun terakhir. Tapi tetap saja, rasanya seperti kehilangan kompas.
Buffett bukan hanya investor. Dia adalah prinsip hidup. Dia mengajarkan bahwa menabung itu bukan pelit, bahwa investasi jangka panjang bukan ketinggalan zaman, dan bahwa reputasi dibangun selama puluhan tahun tapi bisa hancur dalam lima menit.
Reaksi datang dari seluruh dunia. Bill Gates memuji dedikasinya pada filantropi. Elon Musk, yang kadang bersitegang dengannya, tetap menghormati kontribusinya dalam etika bisnis. Bahkan Presiden AS menyebut Buffett sebagai “ikon moral di dunia ekonomi.”
Dari Pasar ke Amal—Misi Buffett Tak Pernah Selesai
Image Source: akamaized.net
Salah satu sisi Buffett yang jarang disorot adalah kemurahan hatinya. Pada 2006, ia mengumumkan akan menyumbangkan 99% kekayaannya untuk amal. Sejak itu, ia telah menyumbang lebih dari $50 miliar—terbanyak dalam sejarah modern.
Ia ikut mendirikan The Giving Pledge bersama Bill dan Melinda Gates, sebuah inisiatif yang mengajak para miliarder dunia menyumbangkan kekayaan mereka saat masih hidup. Dan Buffett tidak hanya mendonasikan uang, tapi juga warisan nilai.
“Berapa banyak yang kamu punya tidak sepenting apa yang kamu lakukan dengan itu,” katanya suatu kali. Sebuah kalimat yang jauh lebih bernilai daripada saham mana pun.
Pelajaran dari Sang Oracle—Apa yang Bisa Kita Simpan?
Setelah ratusan surat pemegang saham, ribuan jam konferensi, dan puluhan ribu kutipan, warisan terbesar Buffett mungkin bukan portofolio investasinya, melainkan cara berpikirnya.
Berikut pelajaran-pelajaran paling membumi dari seorang Warren Buffett:
-
Sederhana itu kekuatan. Tidak semua yang canggih itu bagus. Kadang, holding cash adalah strategi terbaik.
-
Berpikir jangka panjang. Ia tidak membeli saham, tapi membeli “bisnis”.
-
Hindari utang berlebihan. Buffett sangat menghindari leverage.
-
Jangan ikuti tren. Justru saat orang panik, itulah waktu membeli.
-
Baca. Baca. Baca. Buffett membaca 5-6 jam sehari, bahkan di usia 90-an.
Dan satu kutipan favorit saya:
“Rule No. 1: Never lose money. Rule No. 2: Never forget Rule No. 1.”
Masa Depan Berkshire Hathaway di Tangan Baru
Greg Abel akan memimpin perusahaan dengan aset lebih dari $1 triliun dan reputasi yang luar biasa tinggi. Ia akan menghadapi tantangan berat—termasuk digitalisasi bisnis, investasi berkelanjutan, dan tekanan dari investor muda yang lebih agresif.
Namun, dengan tim kepemimpinan kuat dan prinsip Buffett yang sudah meresap ke dalam DNA perusahaan, banyak yang optimis. Berkshire mungkin berubah, tapi esensinya tetap sama.
Dan yang paling penting: Buffett memang pensiun dari jabatan, tapi tidak dari pengaruh. Ia masih akan hadir sebagai suara penasehat, mentor diam-diam, dan mungkin—pada saat tertentu—penulis surat legendarisnya.
Bukan Selamat Tinggal, Tapi Sampai Jumpa Lagi
Warren Buffett adalah bab tersendiri dalam sejarah kapitalisme modern. Dan kini, bab itu berakhir. Tapi bukan berarti kisahnya usai.
Sebaliknya, kisah itu terus hidup—dalam portofolio yang kita bangun, dalam keputusan finansial yang kita ambil, dan dalam cara kita memperlakukan uang sebagai alat, bukan tujuan.
Terima kasih, Warren. Dunia keuangan tak akan pernah sama tanpamu, tapi jauh lebih baik karena pernah ada kamu.
Baca Juga Artikel dari: Perahu Pengangkut Wisatawan Terbalik: Tinjauan Mengenai Keamanan Transportasi
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Global