Kartini Sjahrir: Jejak Intelektual, Diplomasi, dan Kepedulian Sosial

Jakarta, incaberita.co.id – Nama Kartini Sjahrir mungkin tidak sering muncul di panggung hiburan atau politik harian. Tapi di balik layar dunia intelektual, sosial, dan diplomasi, ia bukanlah sosok baru. Justru sebaliknya, Kartini adalah satu dari sedikit perempuan Indonesia yang telah menorehkan kontribusi konsisten dan bermakna di banyak sektor strategis selama puluhan tahun.
Lahir di Jakarta pada 1 Februari 1950, Kartini memiliki darah Minangkabau kental, yang juga berarti: kuat, logis, dan mandiri. Ia adalah istri dari ekonom senior Dr. Rizal Ramli, dan ibunda dari tiga anak. Tapi, perannya bukan hanya sebagai bagian dari keluarga ternama. Ia berdiri kokoh dengan karyanya sendiri, terutama di bidang antropologi dan pembangunan masyarakat.
Lulusan S2 dan S3 dari Harvard University, Kartini Sjahrir memilih jalur akademik sebagai titik awal kariernya. Ia menekuni bidang antropologi sosial, dengan fokus besar pada komunitas adat dan marjinal di Indonesia. Dalam banyak penelitian dan program pengembangan, ia turun langsung ke lapangan. Baginya, menjadi intelektual bukan berarti hanya bicara di konferensi, tapi menyelami realitas masyarakat paling rentan.
Sebagai pembawa berita, saya pernah duduk di satu seminar pendidikan perempuan pada 2018 di Jakarta, dan di panel itu, Kartini berbicara lantang soal pentingnya “mendengarkan suara perempuan dari desa, bukan hanya dari kelas menengah kota.” Dan kalimat itu, entah kenapa, tetap saya ingat hingga sekarang.
Jalan Panjang Menuju Diplomasi—Dari Harvard ke Buenos Aires
Image Source: Panjinational.net
Penunjukan Kartini Sjahrir sebagai calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Argentina merangkap Paraguay dan Uruguay, diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Juni 2024. Dan meskipun belum dilantik resmi, banyak pihak menyambut baik keputusan ini.
Kenapa?
Karena Kartini membawa pendekatan berbeda. Ia bukan diplomat karier, melainkan seorang intelektual lapangan dengan napas sosial yang kuat.
Argentina dan dua negara lain yang akan ia wakili adalah wilayah dengan tantangan unik—baik dalam konteks ekonomi, budaya, hingga geopolitik. Kehadiran seorang antropolog di sana bisa menjadi nilai lebih. Argentina sendiri punya masyarakat urban dan rural yang sangat kontras, sejarah politik yang dalam, serta hubungan diplomatik yang strategis dengan ASEAN, terutama dalam bidang pertanian dan pendidikan.
Pengalaman Kartini yang pernah duduk sebagai Ketua Dewan Pengarah di berbagai lembaga sosial dan pendidikan, termasuk pada program inklusivitas perempuan dan lingkungan hidup, membuatnya punya modal kuat dalam membangun jembatan diplomatik berbasis empati, data, dan pengalaman nyata.
Selain itu, Kartini pernah aktif dalam tim kampanye Jokowi pada masa awal reformasi. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh perempuan yang membangun jejaring sosial politik tanpa konflik kepentingan. Hal ini membuatnya dihormati, baik oleh kelompok aktivis maupun elite birokrat.
Kartini Sjahrir dan Perempuan dalam Diplomasi—Langkah Kecil yang Berdampak Besar
Sebagai seorang perempuan di arena diplomatik, Kartini Sjahrir membawa narasi yang dibutuhkan di era sekarang—bahwa kekuatan negosiasi tidak selalu lahir dari kekuasaan keras, tapi bisa berasal dari narasi kemanusiaan dan kolaborasi.
Indonesia memang bukan asing dengan diplomat perempuan. Tapi jumlahnya, dibanding diplomat laki-laki, masih kecil. Penunjukan Kartini memperkuat pesan bahwa kapasitas, bukan jenis kelamin, yang jadi ukuran.
Dalam beberapa wawancara, Kartini pernah menegaskan bahwa isu kesetaraan bukan soal simbolisme, tapi menyentuh pada hal-hal struktural: akses pendidikan, partisipasi politik, dan pelibatan perempuan dalam sektor strategis.
Saya pribadi teringat pada pernyataan beliau di forum Asia Pacific Women Leadership, “Perempuan itu bukan pelengkap. Kita bukan hadir karena diberi tempat, tapi karena kita memang layak punya tempat itu sejak awal.”
Dan kini, dengan amanah sebagai calon dubes di Amerika Latin, ia akan membawa perspektif perempuan Indonesia ke panggung global—dengan elegan, tenang, dan tepat sasaran.
Jejak Intelektual dan Aktivisme Sosial yang Tak Pernah Diam
Selain dikenal sebagai akademisi, Kartini Sjahrir juga aktif dalam pembangunan masyarakat adat, konservasi lingkungan, dan riset kemiskinan. Ia pernah memimpin riset lapangan di Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku—wilayah yang selama ini tidak banyak dilirik pusat.
Pendekatannya unik: menggabungkan ilmu, budaya lokal, dan keterlibatan masyarakat secara setara. Ia tidak datang sebagai “peneliti kota yang merasa tahu segalanya,” tapi sebagai sahabat komunitas. Itulah sebabnya banyak warga lokal, terutama perempuan, yang merasa terhubung dengannya.
Kartini juga terlibat dalam penyusunan berbagai kebijakan sosial di era reformasi. Ia dikenal sebagai salah satu perumus pendekatan partisipatif dalam pembangunan desa, dan punya pengaruh besar dalam program-program pengurangan ketimpangan gender di kawasan Indonesia timur.
Di atas kertas, ia bisa menulis akademik. Di lapangan, ia bisa berbaur dengan masyarakat. Ruang diplomasi, ia bisa bernegosiasi dalam bahasa Inggris, Spanyol, hingga bahasa tubuh sosial yang kadang lebih penting dari sekadar pidato.
Tantangan dan Harapan—Diplomasi Indonesia ke Depan Bersama Kartini Sjahrir
Penempatan Kartini Sjahrir sebagai calon Duta Besar di wilayah Amerika Latin hadir dalam konteks global yang tidak sederhana.
Ketegangan geopolitik, krisis iklim, hingga ketidakpastian ekonomi menjadi latar belakang. Namun di sisi lain, peluang kerja sama antara Indonesia dan kawasan ini juga sangat besar—terutama di bidang pendidikan, pertanian, pariwisata, dan green economy.
Sebagai negara berkembang dengan potensi budaya dan SDM besar, Argentina dan Paraguay punya banyak kesamaan dengan Indonesia. Kehadiran Kartini di sana bisa jadi diplomasi lintas pengalaman: dari negara selatan ke negara selatan lainnya (South-South Cooperation).
Harapannya, diplomasi Kartini bukan hanya soal negosiasi dagang, tapi juga pertukaran pemikiran dan rasa. Bahwa diplomasi adalah tentang manusia, bukan sekadar MoU.
Dan kita pun punya harapan, bahwa dalam perjalanan barunya ini, Kartini Sjahrir bisa membawa semangat yang sama—seperti saat ia menyusuri desa-desa terpencil dua dekade lalu: pelan, tapi pasti. Senyap, tapi kuat.
Kesimpulan: Kartini Sjahrir, Perempuan, Ilmuwan, dan Kini Diplomat
Dunia internasional sedang berubah. Diplomasi tidak bisa lagi hanya dilakukan oleh mereka yang bicara dalam formalitas tinggi dan pakaian rapi. Dibutuhkan pendekatan yang lebih empatik, terhubung dengan akar sosial, dan memahami nilai lokal.
Kartini Sjahrir adalah jawaban dari semua itu. Ia bukan hanya calon duta besar. Ia adalah wajah Indonesia yang berpikir dalam, bertindak bijak, dan berani bersuara.
Dengan segala pengalaman, ketulusan, dan kecerdasannya, Kartini bukan hanya mewakili negara—tapi juga generasi intelektual Indonesia yang merindukan perubahan nyata.
Baca Juga Artikel dari: Gibran Disomasi Jaringan Advokat: Diminta Mundur dari Wapres dalam 7 Hari
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Lokal